ariexmadura.wordpress |
Malam itu hujan
mengguyur rumah beratap bocor di ujung jalan besar, suara tangis anak kecil
pecah,sayup-sayup terdengar bersaing dengan suara deras air dari langit yang
menambah kalut suasana di dalam rumah sempit itu, manusia seakan tak
mem[perdulikan keadaan, entah karna cuaca yang tak mengizinkan atau mungkin hal
itu di anggap tak penting dan sudah terbiasa, alampun tak bersahabat
daun-daun pohon beringin diujung gang
tak sedikitpun berjatuhan, walau diterpa hujan ganas, enggan menunjukkan
rasa kasihan pada tetangganya.
Sebuah pohon yang sudah tak terhitung kalinya
mengeluarkan kegaduhan, terkadang suara tangis,teriakan,piring pecah bahkan
suara tamparan terdengar jelas walau jarak beberapa meter dari daun pintu rumah
mereka . akhirnya suara tangisan itu mengalah tak sanggup bertarung dengan suara
hujan.
Satu dua kali hanya ada suara gesekan sapu lidi pertanda percekcokan di
rumah tangga itu baru selesai, kini giliran Fatma yang harus membereskan
sisa-sisa serpihan piring ulah pertengkaran kakak dan ibunya , dan suara
tangisan itu berasal dari adiknya terkasih Amira yang masih belia namun sudah
menyaksikan kekejaman takdir hidup manusia
Seakan telah terbiasa dengan keadaan tersebut tak satu bulirpun air jatuh dari kelopak matanya yang anggun, dialah Fatma gadis jelita, cerdas dan tegar hanya saja tak beruntung dengan nasib keluarganya.
Seakan telah terbiasa dengan keadaan tersebut tak satu bulirpun air jatuh dari kelopak matanya yang anggun, dialah Fatma gadis jelita, cerdas dan tegar hanya saja tak beruntung dengan nasib keluarganya.
Hujan telah
reda begitupun kisah yang ditinggalkan pada pohon beringin lengang,sayup-sayup
suara azan isya’ memanggil Fatma dengan kerudung hitamnya menerobos malam yang
menyisakan gerimis kecil digandengnya Amira, anak mungil itu terlihat sudah tak
mengingat lagi kejadian tadi. Disusurinya gang-gang kecil menuju masjid yang terletak
ditengah-tengah desa mereka.
Diperjalanan Fatma berpapasan dengan Amir, wajahnya
tertunduk pura-pura tak melihat laki-laki yang menjadi kekasihnya memperhatikan
dari kejauhan sebeum akhirnya berpapasan. Ketika sudah dekat disambarnya tangan Amira.
Mata sembab Amira langsung berbinar melihat Amir, di manapun Amira bertemu dengan Amir selalu dia merasa gembira, dianggapnya Amir adalah pengganti ayah yang telah lama meninggalkan mereka bertiga dia, Fatma dan Rasyid kakak paling tua., si pemabok gila yang selalu melawan.
Mata sembab Amira langsung berbinar melihat Amir, di manapun Amira bertemu dengan Amir selalu dia merasa gembira, dianggapnya Amir adalah pengganti ayah yang telah lama meninggalkan mereka bertiga dia, Fatma dan Rasyid kakak paling tua., si pemabok gila yang selalu melawan.
Melihat mata Amira yang sembab Amir sudah bisa menerka apa yang sudah terjadi, dia tidak
berkata apa-apa digendongnya Amira dan mensejajarkan langkahnya dengan Fatma
untuk memenuhi undangan dari sang pencipta. Hubungan amir dan fatma sudah
terjalin lama hampir semua seluk beluk hidup fatma diketahui, hanya amir yang selam
ini menghapus air mata fatma, menjadi obat dari segala keluh kesah kekasihnya.
Sehabis solat isya sengaja berdiri didepan
pintu masjid berniat untuk mengobati kegundahan hati fatma.masih lengka[p
dengan mukenah birunya fatma keluar dari
area masjid,senyumnya disembunyikan dibalik tubuh amira yang disapihnya.
“ amira ingin
jalan-jalan sama kakak?” amir menawarkan ketika sudah dekat dengan fatma
“ jadi amira
yang mau diajak bukan aku! Gak adil sekali” ujar fatma masih dengan senyum yang
menggetarkan hati amir, dengan centil yang menggelitik amir tersenyum merekah
membalikkan tubuh, fatma mengikuti dari belakang
Ada satu hal
yang ingin dikatakan amir, namun masih berfikir dan menimbang apakah akan
dikatakan sekarang atau tesok mengingat fatma sedang dirundung duka, mereka
terus berjalan terdiam berbicara dengan hati mereka masing-masing.fatma yang
selalu tenang didekat amir seolah-olah masalah yang menumpuk digadaikan dulu
untuk sementara waktu. Namun ikatan batin
fatma dan amir terpahat sudah begitu kuat tidak ada yang bisa disembunyikan
“ apa yang
sedang kamu fikirkan sehingga membuatmu gelisah seperti itu” suara lembut fatma
memecah keheningan malam
Sentak amir
terbangun dari lamunan tidak mau terliahat salting diambilnya amira yang sudah
tertidur pulas
“ ada yang
ingin kusampaikan kepadamu” wajah amir terlihat tenang namun begitu bersahaja
di tambah dengan baju koko hitam dengan abu-abu didepannya menambah
ketampanannya malam itu. Fatma terdiam menunggu kalimat berikutnya dari amir
“ aku mungkin akan
jadi berangkat lusa bapak jadi mengirimku ke pondok pesantren dijawa,itu yang
beliau cita-citakan setelah aku lulus aliyah, aku sudah mengatakannya sebelum
ini ku harap ini tidak membuatmu kaget” langkah amir terhenti, dipandanginya
wajah gadis yang teramat dicintainya, fatma meneteskan air mata runtuh sudah
dinding pertahanan hatinya yang sebelumnya retak.
tak ada ucapan kakinya terus
melangkah berbelok belok menuju gang rumahnya amir masih berjalan disampingnya
tiba di depan pintu diambilnya amira dari dekapan amir, tak terasa air mata
amir mengalir, berat rasanya ia untuk berbalik. Mereka kini berhadapan.
“ kau pulanglah istirahat,” bergetarlah suara fatma,a mir hanya diam terpaku menatap lekat-lekat wajah fatma yang bercucuran air mata
“ aku tidak
akan jauh darimu, kita pasti akan bertemu lagi” hanya kata itu lalu amir pergi
sebelum semuanya berubah.
Setahun setelah
keberangkatan amir tak ada lagi yang menjadi penghiburnya, fatma banyak
menerima kabar dari teman-temannya yang juga melanjutkan kuliyah ke luar
daerah, hanya fatma seoran yang masih bekutat dengan takdir hidupnya yang
buruk. Penyakit ibunya kian menjadi, tumor payudara yang sulit disembuhkan
serta kelakuan kakaknya yang semakin menjadi-jadi,fatma menjadi buruh cuci
untuk istri-istri PNS di desanya hingga suatu hari dia mendapat surat dari risa sahabatnya dibali.
“ fatma
kesinilah, nasibmu akan begitu-git terus jika
didesa, disini ada pekerjaan yang lebih baik dari pada hanya mencuci
pakaian, lebih baik menjadi pelayan toko gajinya lebih besar dari hanya sekedar
buruh cuci,
Dia tak begitu
tergiur sama sekali dia masih memikirkan amira, siapa yang akan menjaganya jika
ia pergi.
Malam itu tak
hujan namun suara tangis dirumah itu pecah lagi , kini terdengar jelas tanpa
hujan. Dan kejadian itu lebih kejam dari biasanya, fatma diseret keluar rumah
oleh rasyid, manusia kejam itu seolah sudah tak bisa dikendalikan.
“ pergi kau,
jangan pernah ada dirumah ini , jika kamu masih bersikap perhitungan padaku,
dasar adik tidak tau di untung “
bentakan rasyid menggelegar bersahutan dengan tangis amira yang semakin
menjadi-jadi. Ibu mereka hanya terkulai lemas suara batuknya teramat berat di
telinga. Bibir fatma berdarah, kerudung hitamnya berbentuh sudah tak karuan, sesekali diseret langkahnya untuk menghindari
tendangan kaki jahannam kakaknya , salah satu tetangga fatma merasa iba dan
mengangkat tubuh penuh luka itu, dibawa kerumahnya.
Nasib mungkin
sudah tak bisa berdama dengannya ingin rasanya fatma berlari jauh dari rumah,
menghindari raut wajah kakaknya yang beringas dan menyaksikan tubuh lemah
ibunya,namun yang membuat langkahnya berat hanya amira, amira ,dan amira, dan
tentu saja ibunya, puas membolak-balik pikiran, ia tertidur pulas dengan hati
yang tercabik-cabik, sapu tangan yang diberikan amir pada hari terakhir mereka
bertemu selalu setia menghapus air matanya, tak terkecuali malam itu.
Pagi-pagi buta
fatma menemui ibunya usai solat subuh, diutarakan niatnya yang sudah bulat
untuk menyusul risa ke bali demi mengadu nasib yang lebih baik, sekaligus
meminta restu ibu yang selalu dikasihinya. Sayang orang tua itu harus sedikit
lebih bersabar dan mengurus amira kecil seorang diri tanpa fatma.
Hati fatma
sakit, iri dengan teman-temannya yang ke luar daerah untuk bersekolah,namun dia
keluar daerah untuk bekerja. Langkah fatma diiringi derai tangis ibunya. Namun
nasib baik terus menjauh dari kehidupan fatma, dia tidak bertemu risa
sahabatnya, namun bertemu dengan germo yang awalnya baik memberi arahan tentang
kehidupan dibali,namun lama-kelamaan tubuhnya yang dijual, runtuh sudah
kehidupan fatma.
Tidak terima
dengan nasib yang menerimanya suatu malam dihempaskannya jilbab hitam yang
selalu menambah pesona ayu wajah ayunya, sapu tangan amir dirobek,tak percaya
lagi dengan cinta,nasib baik, dia terus melangkah dijalan yang disediakan
dihadapannya, menikmati hidup yang bertentangan dengan hati nuraninya..
Fatma
tak pernah pulang sudah berapa kali ia dibujuk oleh risa yang sudah tau
pekerjaannya, namun hati fatma seolah membatu. Tak tahan melihat keadaan itu
risa pulang membawa berita untuk ibunda fatma, tak disangka kabar buruk itu
membuat kondisi ibu fatma memburuk. Berkali-kali ia hubungi fatma lewat hp
risa, namun ia tidak ingin pulang
Beberapa bulan
kemudian, dihalaman rumah yang sudah tak terurus lagi, amira yang sedang
bermain dengan sendok, berteriak girang.” Ka’ amiiiiiiiiiiiiirrrrrrrrr.....!!”
Pemuda dengan
peci hitam bundar mengenakan kaos putih seperempat celana hitam membawa
bingkisan diniatkan untuk fatma dan
amira. Amira berlari ke arah amir, tubuhnya lansung melayang terangkat kedua
tangan pemuda soleh itu, diciumnya pipi amira,setelah puas melepas rindu dengan
amira, ia masuk ke dalam rumah, mengelilingi sudut rumah mungil itu dengan mata
bundarnya, terlihat kumuh dan berantakan tak terurus.
Kemana fatma
mira? ‘ belum sempat di jawab amira, terdengar suara berat batuk ibu dari dalam
kamar.dia tidak punya tenaga untuk menemui amir diruang tamu.
“ Amir, kaukah
itu....? kemarilah “ disamping ranjang dengan tertegun dan dadanya sesak, ibu
fatma menceritakan semua yang telah terjadi setelah kepergian amir. Tak kuasa meneahan tangis,ia berlari keluar
sekencang-kencangnya tak percaya dengan cerita bu fatma, ingin dia menemui
kekasihnya memastikan kata-kata yang membuat hancur hatinya.
Empat hari amir tak
keluar kamar libur kuliyah yang rencananya akan dihabiskan bersama fatma, sudah
membubung kelangit hilang ditelan udara. Hari keenam amir memutuskan untuk ke
bali mencari fatma, ia merindukan gadis solehah itu, merindukan mata anggun dan
senyum dibibir tipisnya
Risa tidak
mengantar amir bertemu fatma. Dia hanya memberi alamat fatma, darah amir
berdesir, ketika melihat lokasi rumah kontrakan fatma dekat dengan
tempat-tempat hiburan, kafe,hotel, didekatinya rumah kontrakan fatma yang
lengang, sepi seperti tak berpenghuni, jam menunjukkan pukul 09.17 malam,
diketuknya pintu kamar kontraka fatma,mengucap salam namun tak ada jawaban.
Lama menunggu ia menanyakan fatma pada teman yang kelihatan baru pulang dari
suatu tempat
“ ohhhh mbak
fatma, jam segini lagi kerja tuh,depen dagang bakso,” tak disangka yang ditnjuk
wanita itu sebuah kafe yang bernama casanova. Amir membuka kopiahnya dan tanpa
ragu melangkah ke kafe dan bolak-alik mencari
fatma,tapi tak juga menemukan sosok gadis yang dicarinya, lelah dengan perasaannya
campur aduk, dia duduk istirahat di salah satu bangku tamu, seorang wanita
membawa daftar menu ke hadapannya, tubuh wanita itu sintal.
lekak-lekuk
tubuhnya terlihat begitu kentara rambutnya terurai panjang sampai pinggang
dihiasi pemanis berupa pita blink-blinh yang menambah cantik penampilannya. Amr
tak menghiraukan wanita itu, ia hanya melihat sekilas, ia memesan air putih
saja. Lain dengan wanita yang tadi lain juga wanita yang membawa pesanan amir,
gadis itu sedikit lebih seksi dari wanita tadi matanya menghadap ke gelas
minuman, rambutnya didikat rapi ke atas. Fatma dialah gadis pembawa minuman
amir....
Setelah sampai
didepan kursi amir baru mata fatma menghadap ke wajah pelanggan, remang cahaya
lampu kafe menyamarkan wajah fatma. jantung amir seakan berhenti berdetak,
pedih terasa ditenggorokan, bulu-bulu tubuhnya berdiri,beriring dengan air
matanya yang tumpah tak tertahan
“pulanglah
fatma, aku ingin menikahimu”
Hanya itu yang
mampu dia ucapkan di depan wanita yang sangat dia cintai, tak pandang wanita
yang kini didepannya terlihat tak seperti dulu. Niat amir tulus mengembalikan
fatma yang dulu dengan kerudung hitamnya do’a amir “sempurnakan imanku dengan
menikahi wanita ini, besarkan hatiku menerima kekurangannya maupun kelebihannya
dan jadikan dia istri yang terbaik untukku, menjadi bidadari bumi yang
sempurna”.
1 komentar:
sebuah cerpen
Posting Komentar