Sabtu, 20 Desember 2014

Kerudung Hitam Fatma



ariexmadura.wordpress


Malam itu hujan mengguyur rumah beratap bocor di ujung jalan besar, suara tangis anak kecil pecah,sayup-sayup terdengar bersaing dengan suara deras air dari langit yang menambah kalut suasana di dalam rumah sempit itu, manusia seakan tak mem[perdulikan keadaan, entah karna cuaca yang tak mengizinkan atau mungkin hal itu di anggap tak penting  dan  sudah terbiasa, alampun tak bersahabat daun-daun pohon beringin diujung gang  tak sedikitpun berjatuhan, walau diterpa hujan ganas, enggan menunjukkan rasa kasihan pada tetangganya.

Sebuah pohon yang sudah tak terhitung kalinya mengeluarkan kegaduhan, terkadang suara tangis,teriakan,piring pecah bahkan suara tamparan terdengar jelas walau jarak beberapa meter dari daun pintu rumah mereka . akhirnya suara tangisan itu mengalah tak sanggup bertarung dengan suara hujan.

Satu dua kali hanya ada suara gesekan sapu lidi pertanda percekcokan di rumah tangga itu baru selesai, kini giliran Fatma yang harus membereskan sisa-sisa serpihan piring ulah pertengkaran kakak dan ibunya , dan suara tangisan itu berasal dari adiknya terkasih Amira yang masih belia namun sudah menyaksikan kekejaman takdir hidup manusia

Seakan telah terbiasa dengan keadaan tersebut tak satu bulirpun air jatuh dari kelopak matanya yang anggun, dialah Fatma gadis jelita, cerdas dan tegar hanya saja tak beruntung dengan nasib keluarganya.


Hujan telah reda begitupun kisah yang ditinggalkan pada pohon beringin lengang,sayup-sayup suara azan isya’ memanggil Fatma dengan kerudung hitamnya menerobos malam yang menyisakan gerimis kecil digandengnya Amira, anak mungil itu terlihat sudah tak mengingat lagi kejadian tadi. Disusurinya gang-gang  kecil menuju masjid yang terletak ditengah-tengah desa mereka. 

Diperjalanan Fatma berpapasan dengan Amir, wajahnya tertunduk pura-pura tak melihat laki-laki yang menjadi kekasihnya memperhatikan dari kejauhan sebeum akhirnya berpapasan. Ketika sudah dekat disambarnya tangan Amira.

Mata sembab Amira langsung berbinar melihat Amir, di manapun Amira bertemu dengan Amir selalu dia merasa gembira, dianggapnya Amir adalah pengganti ayah yang telah lama meninggalkan mereka bertiga dia, Fatma dan Rasyid kakak paling tua., si pemabok gila yang selalu melawan.


Melihat mata Amira yang sembab Amir sudah bisa menerka apa yang sudah terjadi, dia tidak berkata apa-apa digendongnya Amira dan mensejajarkan langkahnya dengan Fatma untuk memenuhi undangan dari sang pencipta. Hubungan amir dan fatma sudah terjalin lama hampir semua seluk beluk hidup fatma diketahui, hanya amir yang selam ini menghapus air mata fatma, menjadi obat dari segala keluh kesah kekasihnya.


Sehabis solat isya sengaja berdiri didepan pintu masjid berniat untuk mengobati kegundahan hati fatma.masih lengka[p dengan mukenah birunya  fatma keluar dari area masjid,senyumnya disembunyikan dibalik tubuh amira yang disapihnya.


“ amira ingin jalan-jalan sama kakak?” amir menawarkan ketika sudah dekat dengan fatma

“ jadi amira yang mau diajak bukan aku! Gak adil sekali” ujar fatma masih dengan senyum yang menggetarkan hati amir, dengan centil yang menggelitik amir tersenyum merekah membalikkan tubuh, fatma mengikuti dari belakang 


Ada satu hal yang ingin dikatakan amir, namun masih berfikir dan menimbang apakah akan dikatakan sekarang atau tesok mengingat fatma sedang dirundung duka, mereka terus berjalan terdiam berbicara dengan hati mereka masing-masing.fatma yang selalu tenang didekat amir seolah-olah masalah yang menumpuk digadaikan dulu untuk sementara waktu.  Namun ikatan batin fatma dan amir terpahat sudah begitu kuat tidak ada yang bisa disembunyikan 


“ apa yang sedang kamu fikirkan sehingga membuatmu gelisah seperti itu” suara lembut fatma memecah keheningan malam


Sentak amir terbangun dari lamunan tidak mau terliahat salting diambilnya amira yang sudah tertidur pulas

“ ada yang ingin kusampaikan kepadamu” wajah amir terlihat tenang namun begitu bersahaja di tambah dengan baju koko hitam dengan abu-abu didepannya menambah ketampanannya malam itu. Fatma terdiam menunggu kalimat berikutnya dari amir 


“ aku mungkin akan jadi berangkat lusa bapak jadi mengirimku ke pondok pesantren dijawa,itu yang beliau cita-citakan setelah aku lulus aliyah, aku sudah mengatakannya sebelum ini ku harap ini tidak membuatmu kaget” langkah amir terhenti, dipandanginya wajah gadis yang teramat dicintainya, fatma meneteskan air mata runtuh sudah dinding pertahanan hatinya yang sebelumnya retak. 

tak ada ucapan kakinya terus melangkah berbelok belok menuju gang rumahnya amir masih berjalan disampingnya tiba di depan pintu diambilnya amira dari dekapan amir, tak terasa air mata amir mengalir, berat rasanya ia untuk berbalik. Mereka kini berhadapan.

 “ kau pulanglah istirahat,” bergetarlah suara fatma,a mir hanya diam terpaku menatap lekat-lekat wajah fatma yang bercucuran air mata

“ aku tidak akan jauh darimu, kita pasti akan bertemu lagi” hanya kata itu lalu amir pergi sebelum semuanya berubah.


Setahun setelah keberangkatan amir tak ada lagi yang menjadi penghiburnya, fatma banyak menerima kabar dari teman-temannya yang juga melanjutkan kuliyah ke luar daerah, hanya fatma seoran yang masih bekutat dengan takdir hidupnya yang buruk. Penyakit ibunya kian menjadi, tumor payudara yang sulit disembuhkan serta kelakuan kakaknya yang semakin menjadi-jadi,fatma menjadi buruh cuci untuk istri-istri PNS di desanya hingga suatu hari dia mendapat surat dari  risa sahabatnya dibali.


“ fatma kesinilah, nasibmu akan begitu-git terus jika  didesa, disini ada pekerjaan yang lebih baik dari pada hanya mencuci pakaian, lebih baik menjadi pelayan toko gajinya lebih besar dari hanya sekedar buruh cuci,

Dia tak begitu tergiur sama sekali dia masih memikirkan amira, siapa yang akan menjaganya jika ia pergi.


Malam itu tak hujan namun suara tangis dirumah itu pecah lagi , kini terdengar jelas tanpa hujan. Dan kejadian itu lebih kejam dari biasanya, fatma diseret keluar rumah oleh rasyid, manusia kejam itu seolah sudah tak bisa dikendalikan.


“ pergi kau, jangan pernah ada dirumah ini , jika kamu masih bersikap perhitungan padaku, dasar adik tidak tau di untung “  bentakan rasyid menggelegar bersahutan dengan tangis amira yang semakin menjadi-jadi. Ibu mereka hanya terkulai lemas suara batuknya teramat berat di telinga. Bibir fatma berdarah, kerudung hitamnya  berbentuh sudah tak karuan, sesekali  diseret langkahnya untuk menghindari tendangan kaki jahannam kakaknya , salah satu tetangga fatma merasa iba dan mengangkat tubuh penuh luka itu, dibawa kerumahnya.


Nasib mungkin sudah tak bisa berdama dengannya ingin rasanya fatma berlari jauh dari rumah, menghindari raut wajah kakaknya yang beringas dan menyaksikan tubuh lemah ibunya,namun yang membuat langkahnya berat hanya amira, amira ,dan amira, dan tentu saja ibunya, puas membolak-balik pikiran, ia tertidur pulas dengan hati yang tercabik-cabik, sapu tangan yang diberikan amir pada hari terakhir mereka bertemu selalu setia menghapus air matanya, tak terkecuali malam itu.


Pagi-pagi buta fatma menemui ibunya usai solat subuh, diutarakan niatnya yang sudah bulat untuk menyusul risa ke bali demi mengadu nasib yang lebih baik, sekaligus meminta restu ibu yang selalu dikasihinya. Sayang orang tua itu harus sedikit lebih bersabar dan mengurus amira kecil seorang diri tanpa fatma. 


Hati fatma sakit, iri dengan teman-temannya yang ke luar daerah untuk bersekolah,namun dia keluar daerah untuk bekerja. Langkah fatma diiringi derai tangis ibunya. Namun nasib baik terus menjauh dari kehidupan fatma, dia tidak bertemu risa sahabatnya, namun bertemu dengan germo yang awalnya baik memberi arahan tentang kehidupan dibali,namun lama-kelamaan tubuhnya yang dijual, runtuh sudah kehidupan fatma.


Tidak terima dengan nasib yang menerimanya suatu malam dihempaskannya jilbab hitam yang selalu menambah pesona ayu wajah ayunya, sapu tangan amir dirobek,tak percaya lagi dengan cinta,nasib baik, dia terus melangkah dijalan yang disediakan dihadapannya, menikmati hidup yang bertentangan dengan hati nuraninya..

Fatma tak pernah pulang sudah berapa kali ia dibujuk oleh risa yang sudah tau pekerjaannya, namun hati fatma seolah membatu. Tak tahan melihat keadaan itu risa pulang membawa berita untuk ibunda fatma, tak disangka kabar buruk itu membuat kondisi ibu fatma memburuk. Berkali-kali ia hubungi fatma lewat hp risa, namun ia tidak ingin pulang


Beberapa bulan kemudian, dihalaman rumah yang sudah tak terurus lagi, amira yang sedang bermain dengan sendok, berteriak girang.” Ka’ amiiiiiiiiiiiiirrrrrrrrr.....!!” 


Pemuda dengan peci hitam bundar mengenakan kaos putih seperempat celana hitam membawa bingkisan  diniatkan untuk fatma dan amira. Amira berlari ke arah amir, tubuhnya lansung melayang terangkat kedua tangan pemuda soleh itu, diciumnya pipi amira,setelah puas melepas rindu dengan amira, ia masuk ke dalam rumah, mengelilingi sudut rumah mungil itu dengan mata bundarnya, terlihat kumuh dan berantakan tak terurus. 


Kemana fatma mira? ‘ belum sempat di jawab amira, terdengar suara berat batuk ibu dari dalam kamar.dia tidak punya tenaga untuk menemui amir diruang tamu.


“ Amir, kaukah itu....? kemarilah “ disamping ranjang dengan tertegun dan dadanya sesak, ibu fatma menceritakan semua yang telah terjadi setelah kepergian amir.  Tak kuasa meneahan tangis,ia berlari keluar sekencang-kencangnya tak percaya dengan cerita bu fatma, ingin dia menemui kekasihnya memastikan kata-kata yang membuat hancur hatinya. 

Empat hari amir tak keluar kamar libur kuliyah yang rencananya akan dihabiskan bersama fatma, sudah membubung kelangit hilang ditelan udara. Hari keenam amir memutuskan untuk ke bali mencari fatma, ia merindukan gadis solehah itu, merindukan mata anggun dan senyum dibibir tipisnya


Risa tidak mengantar amir bertemu fatma. Dia hanya memberi alamat fatma, darah amir berdesir, ketika melihat lokasi rumah kontrakan fatma dekat dengan tempat-tempat hiburan, kafe,hotel, didekatinya rumah kontrakan fatma yang lengang, sepi seperti tak berpenghuni, jam menunjukkan pukul 09.17 malam, diketuknya pintu kamar kontraka fatma,mengucap salam namun tak ada jawaban. Lama menunggu ia menanyakan fatma pada teman yang kelihatan baru pulang dari suatu tempat


“ ohhhh mbak fatma, jam segini lagi kerja tuh,depen dagang bakso,” tak disangka yang ditnjuk wanita itu sebuah kafe yang bernama casanova. Amir membuka kopiahnya dan tanpa ragu melangkah ke kafe dan bolak-alik mencari  fatma,tapi tak juga menemukan sosok gadis yang dicarinya, lelah dengan perasaannya campur aduk, dia duduk istirahat di salah satu bangku tamu, seorang wanita membawa daftar menu ke hadapannya, tubuh wanita itu sintal.

lekak-lekuk tubuhnya terlihat begitu kentara rambutnya terurai panjang sampai pinggang dihiasi pemanis berupa pita blink-blinh yang menambah cantik penampilannya. Amr tak menghiraukan wanita itu, ia hanya melihat sekilas, ia memesan air putih saja. Lain dengan wanita yang tadi lain juga wanita yang membawa pesanan amir, gadis itu sedikit lebih seksi dari wanita tadi matanya menghadap ke gelas minuman, rambutnya didikat rapi ke atas. Fatma dialah gadis pembawa minuman amir....


Setelah sampai didepan kursi amir baru mata fatma menghadap ke wajah pelanggan, remang cahaya lampu kafe menyamarkan wajah fatma. jantung amir seakan berhenti berdetak, pedih terasa ditenggorokan, bulu-bulu tubuhnya berdiri,beriring dengan air matanya yang tumpah tak tertahan

“pulanglah fatma, aku ingin menikahimu”


Hanya itu yang mampu dia ucapkan di depan wanita yang sangat dia cintai, tak pandang wanita yang kini didepannya terlihat tak seperti dulu. Niat amir tulus mengembalikan fatma yang dulu dengan kerudung hitamnya do’a amir “sempurnakan imanku dengan menikahi wanita ini, besarkan hatiku menerima kekurangannya maupun kelebihannya dan jadikan dia istri yang terbaik untukku, menjadi bidadari bumi yang sempurna”.

Share On:

1 komentar:

Posting Komentar

 
;