Jumat, 19 Desember 2014

Prinsip Mahasiswa Cerdas (Berangkat dari Sebuah Novel Religius)




 
legenreca83
Berangkat dari sebuah novel, SUJUD NISA DI KAKI TAHAJJUD SUBUH. Buku ini terlihat sangat religius ketika kita melihat dari segi sampulnya, ya memang ini sebuah novel religius!!. 

Buku ini tidak bercerita tentang bagaimana beribadah dengan tuhan yang semestinya, tidak berbicara tentang pertaubatan seorang anak manusia,dll. Tapi buku ini sebagian besar bercerita tentang bagaimana pola pikir mahasiswa seharusnya ketika duduk di bangku kuliyah
 
Novel ini sangat cocok untuk mahasiswa yang pola pikirnya hanya menganggap kuliyah sebagai wadah mengasah potensi diri untuk persiapan pada dunia kerja. Jika kita memandang seperti itu sangat akan kecewa orang-orang yang lulus sarjana dan menjadi pengannguran.

Anggapan seperti ini jangan di kira tidak besar pengaruhnya untuk mahasiswa maupun masyarakat luas, kebanyakan sampai detik ini mahsiswa masih mempunyai pola fikir seperti itu “kuliyah untuk mendapatkan kerja yang layak di masa depan” sebenarnya salah besar.  Lebih parahnya lagi masyarakat kampung yang notabene masih kental ajaran agama, masih banyak beranggapan kuliyah untuk kerja layak.

Dampaknya banyak para orang tua beranggapan miring tentang perkuliyahan, dulunya sewaktu masih banyak sarjana yang sukses , semua orang berbondong-bondong menyekolahkan anaknya sampai level tertinggi, sampai-sampai rela mengorbankan kebutuhan yang lain demi mampu mendanai kuliyah anak-anak mereka, dengan harapan anak mereka kelak akan merubah nasib keluarga.

Itu dulu, tapi sekarang??? Ketika  lapangan pekerjaan sedikit dengan sarjana setiap tahun yang membludak, belum lagi dengan di berhentikannya penerimaan PNS untuk  5 tahun ke depan, jangan salah jika masyarakat yang tadinya terlihat sangat memperhatikan pendidikan pada akhirnya akan berkata “ buat apa kuliyah kalau hanya untuk menjadi pengangguran, dan ujung-ujungnya menjadi pelayan toko “ ironis bukan????

Di desa-desa banyak terliahat pemandangan ganjil, ibu-ibu muda memakai perhiasan emas sampai berpuluh-puluh karat, kalung,cincin ,anting,gelang. Sementara anak-anak muda lulusan SMA/aliyah mejadi kuli punggung, pengarat sapi, pembajak sawah. Kita pasti berfikir seandainya mereka kuliyah dengan emas-emas ibu mereka, alangkah indahnya pendidikan di negeri ini.

Miskin sebenarnya bukan menjadi masalah untuk sebuah pendidikan S1, tapi lagi-lagi harga bangku perkuliyahan hanya di hargai dengan sebuah pekerjaan kantoran. Jangan salahkan ibu-ibu muda itu, wajar mereka adalah masyarakat awam, anggapan mereka ketika anaknya sudah lulus SMA sudah waktunya membahagiakan orang tua.

Maka novel ini menarik untuk di baca sebagai bahan pencerah untuk menganggap perkuliyahan itu hanya untuk pekerjaan. Tokoh utamanya khalifatun nisa’ anak kampung dari orang tua penjual madu, bersaudara 8 dengan kaka-kakak yang masih kuliyah. 

Orang tua seperti orang tua nisa adalah sosok orang tua ideal yang berpola fikir bebeda dari masyarkat kampung lainnya. Bukan hanya anak laki-laki yang seharusnya di kuliyahkan tapi tidak mengapa anak perempuan, justru akan sangat bermanfaat buat kehidupan bangsa, jika perempuan-perempuannya cerdas.

Kemiskinan bukan jadi msalah besar, di sinilah kekuatan niat dan doa, tidak lupa dengan usaha yang maksimal. Orang tua nisa berniat menyekolahkan anaknya bukan karna uang tetapi karna mahalnya sebuah ilmu. 

Nisa’ pun begitu dengan pola fikirnya, sama dengan orang tuanya. Tetapi tidak demikian dengan dinamika di bangku kuliyah yang syarat dengan persaingan dan retorika hidup. Awalnya dia sanggup bertahan melawan arus dengan mahasiswa kunang-kunang, belajar melebihi kadarnya dan tidak lupa dia berusaha mencari uang kuliyah sendri dengan menulis novel.

Alhasil memang beberapa semester berhasil dengan kommitmennya sendiri, tetapi setelah menginjak semester 3 kekuatan prinsip dan imannya di tergoyahkan karna sebuah fitnah yang di tujukan padanya.

Gadis solehah itu mengambil keputusan fatal, membuka jilbab dan meninggalkan dunia tulis menulis, terjerumus pada kegiatan anggota mapala (mahasiswa pecinta alam) dan menyukai life stail.

Namun itu tak bertahan lama, hidayah tuhan selalu ada, mungkin saja keajaiban itu datang oleh karena doa-doa orang tua yang terijabah oleh tuhan, serta niat yang tulus untuk menyekolahkan anaknya, hanya agar bermanfaat untuk orang banyak berkat ilmu yang di dapatkan di bangku kuliyahnya.

Cerita itu sangat mengena di jiwa, memberi amunisi baru untuk aku yang semangatnya berkuarang hanya karna kerikil kecil, jadilah kita pribadi-pribadi yang kuat dengan prinsip-prinsip yang benar. Jangan karna niat kera kita kuliyah tetapi harus dengan niat bermanfaat untuk orang banyak, bukankah sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat untuk dirinya dan orang lain.

Share On:

0 komentar:

Posting Komentar

 
;