kesbangpol.banjarkab |
Diskusi tentang pelayanan publik
di kelurahan banjar hari sabtu tanggal 20 desember kemarin berlangsung seru. Di
buka oleh sambutan pak erfin kaffah yang menjelaskan bahwa pelatihan tersebut
di adakan guna mendorong pelayanan publik di kota mataram. Sebagai pesertanya
adalah forum warga kota mataram dan warga kelurahan banjar.
Menurut penuturan pak wiji selaku
fasilitator selama diskusi, pelayanan publik itu di rasa memang sudah ada namun
perlu di awasi oleh masyarakat. Kemungkinan dengan diskusi sederhana tersebut
dan di tunjang dengan pelatihan jurnalisme warga sebelumnya dapat menimbulkan efek yang bisa membantu upaya peningkatan
pelayanan publik ke depannya.
Memang cara diskusi lepas seperti
itu lebih membuat warga terbuka dengan permasalahan atau pengalaman yang selama
ini di rasakan tentang pelayanan publik, mulai dari pendidikan, kesehatan,
lingkungan hidup,perhubungan, perbankan, dan lain sebagainya di kupas sendiri
oleh warga.
Meskipun tingkat kepuasan
masing-masing orang berbeda namun rata-rata peserta diskusi mengaku mengeluh
akan masih minimnya pelayanan publik. Contoh kecil dengan pelayanan di bidang
komunikasi dan informasi. Pak maman selaku warga kelurahan banjar mengaku masih
awam tekhologi dan media publik, ketika di anjurkan menulis di blog jurnalisme warga.
Hal itu menurutnya di karenakan oleh pelayanan internet di kelurahan banjar
tidak di fungsikan maksimal, dia tidak tahu menahu tentang adanya pelayanan
internet di desanya.
Pernyataan pak maman di bantah
oleh pihak dari YKPR provinsi yang menyatakan bahwa di seluruh kelurahan
pemerintah kota sudah menyalurkan internet gratis dengan komputernya, jadi
kemungkinan jika masih ada warga yang mengeluh tentang pelayanan di bidang
tersebut, mungkin pemerintah setempat belum melakukan sosialisasi secara
maksimal.
di tambahkan lagi oleh pak geger
selaku peserta diskusi, mengatakan bahwa jangankan di mataram, di wilayah
bagian sekotong masih banyak warga yang kekurangan bantuan di bidang
komunikasi, sinyal di sana masih sangat kurang, mengingat bahwa ia adalah
seorang penggali emas liar di wilayah sekotong. Hal itu di bantah dengan alasan
yang cukup logis oleh pak syarif, karna memang wilayah sekotong bukan lagi
tanggung jawab pemerintah kota mataram. Namun sangat penting untuk di
perhatikan oleh pemerintah bersangkutan.
Itu baru berkisar tentang masalah
pelayanan di bidang komunikasi, belum lagi di bidang pendidikan. Ketika dilakukan
klasifikisi tingkat kemajuan pada masing-masing jenis pelayanan publik, forum
menyatakan pendidikan berada pada angka 25-50, dengan alasan yang di ajukan
oleh pak maman mengatakan bahwa, memang pelayanan pendidikan yang formal
mungkin telah bisa dikatakan sukses, berbicara pendidikan tidak hanya tentang
pendidikan formal saja, namun dalam lingkup informal pun harus dimajukan.
Contoh pendidikan yang di jadikan
alasan penolakan tersebut yaitu pendidikan bagi ibu-ibu yang tidak punya skill,sementara
pengembangan skill sangat di butuhkan untuk bisa hidup mandiri dan meningkatkan
taraf hidup masyarakat. Alasan tersebut bisa di terima oleh peserta diskusi
yang lain, sehingga sepakat menaruh pelayanan publik di bidang pendidikan masih
sangat minim, di ukur dengan angka 25-50,artinya itu masih di bawah setengah
dari kesuksesan pemerintah kota.
Lain halnya dengan pelayanan
kesehatan yaitu permasalahan jamkesmas. Pelayanan yang satu ini menuai pro dan
kontra dari peserta diskusi. Ibu eni perwakilan dari warga banjar dan masih
menjabat sebagai kader di desa berseloroh “ saya rasa pelayanan jamkesmas sudah
sangat bagus, buktinya jika ada warga saya yang sakit langsung saya bawa ke
rumah sakit cepat dilayani meskipun kami menggunakan jamkesmas”
Pernyataannya menimbulkan
keributan kecil oleh peserta diskusi yang lain. Salah satu peserta mengatakan “
itu kan di desanya ibu sedangkan kita ini berbicara pelayanan secara
menyeluruh, “ ujarnya menggebu-gebu. Di sambut lagi dengan ungkapan-ungkapan
yang tidak jelasa dari yang lainnya. Tetapi sedikit membuat forum cair.
Diskusi itu dilanjutkan oleh pak
latif dan mbak fitri rahmawati dari aji (aliansi jurnalis independen), dengan
banyak membahas tentang pentingnya menulis, jurnalisme warga tidak di adakan
semata-mata untuk mendorong tingkat pelayanan publik, akan tetapi lebih luasnya
agar bisa bermanfaat bagi diri sendiri dan orang banyak.
Sempat di sentil bahwa oleh pak
latif “menulis berbeda dengan menyampaikan sesuatu lewat argumen,menulis lebih
abadi sedangkan berkata-kata bisa langsung lewat begitu saja” Hanya yang
menjadi alasan warga harus menulis agar suara-suara rakyat itu tersampaikan
kepada pemerintah melalui media dan sekaligus sebagai informasi bermanfaat untuk
khalayak umum.
0 komentar:
Posting Komentar