Selasa, 22 September 2015 0 komentar

Arti Kuliah Kerja Partisipatif (KKP)

 
dihubkominfokablobar.wordprees


Cerita baru setelah pulang dari lokasi KKP (Kelompok Kerja Partisipatif) IAIN mataram, banyak cerita konyol yang kami tinggalkan, banyak juga cerita mengesalkan. tapi yang tidak pernah kalah seru adalah cerita sehabis cerita kkp itu habis. cerita di masyarakat itu suatu hal yang biasa, sebelum kami di lepas pun kami sudah bisa merasakan dari cerita-cerita kakak tingkat. 

Mulai dari cerita kecil seperti cinta lokasi, bertemu dengan staf desa yang gatel, masyarakat ramah dengan sayur mayur pemberiannya, anak-anak kecil bandel tak mau di ajar, sampai dengan kehabisan bekal di tengah perjalanan. semua itu terkesan biasa-biasa saja, karna kita tidak membangun kemistri yang berbeda dari sebelumnya.

kemistri yang saya maksud di sini adalah bagaimana membuat coretan yang tidak akan pernah di lupakan oleh masyarakat sana, tak pernah mereka lihat dan rasakan sebelumnya. seperti tulisan saya dahulunya " bukan dusun pada umumnya, desa dasan tereng kecamatan narmada" semuanya sudah tersedia di sana layaknya kota, menjalankan program kami ibarat menanam padi di lahan tandus.

saya bisa memvonis belajar bersama masyarakat dasan tereng 50 hari yang lalu gagal. malah terkesan kami di desa tersebut hanya merepotkan. perpisahan kamipun di warnai dengan hura-hura, tidak terkesan itu sebagai perpisahan yang menorehkan kerinduan pada akhirnya, karna dari sebelumnya kami semua saudah sangat ingin pulang ke kos kami masing-masing.

klasbpai2011.blogspot.com

 tidak ada yang seru, hanya dengan menyikapinya dengan serius saja kami semua tak berselera. setelah selesai semua dan kami benar-benar telah pergi, baru menyadari yang 50 hari tersebut sangatlah berharga dan tak pantas di sia-siakan. 

lain cerita di lokasi lain pula cerita di kampus, tersadar bahwa kami sudah menginjak semester tujuh, alias sudah semester tua, sangat asing rasanya dengan suasana kampus lengkap dengan wajah baru, fashion baru, tatanan gedung perpustakaan baru, semuanya baru terutama suasana hati yang baru. satu yang tidak baru yaitu bibik bibik yang berjualan di pinggir jalan, telah lama menjual nasi bungkus,jangan salah hasil mereka tak lagi sedikit meskipun terlihat sederhana.

tak sedikit teman-teman yang mengeluh, kenapa setelah kkp, perasaan males dan merasa sudah kuliah tak efektif lagi, di tambah dengan mata kuliah sedikit, lain cerita lagi dengan teman-teman yang mengulang di mata kuliah bernilai jelek sebelumnya. hanya tinggal cerita semangat menggebu gebu dulu itu. berbeda drastis dari semester satu dulu. 


satu lagi permasalahannya yaitu keinginan untuk segera menikah atau mencari pasangan mapan yang siap di ajak menikah bagi yang perempuan, lain lagi dengan yang cowok mulai pusing dengan bagaiman mencari pekerjaan dan car sukses tercepat agar bisa meraih kebahagiaan bersama pasangan. mencoba dan terus mencoba sesuatu untuk sukses di semester tua kali ini menjadi sesuatu yang sia sia belaka. kenapa tak dari dulu pengembangan diri itu, jika sekarang sudah terlambat waktunya action.

sepakat dengan saya, istilah kkp itu memang benar-benar ada, yakni belajar bagaimana di masyarakat, menghadapi tingkah masyarakat parno dengan mahasiswa tak ada guna, hanya gelar sarjana saja, tapi tak bisa melakukan apapun dengan selembar ijazah. 

sepakat dengan saya, jika kkp itu berhasil hanya dengan orang-orang di dalamnya menjalankannya dengan pemikiran matang dan pengalaman di bekali dengan segudang teori dari semester satu higga semester enam. aku mengerti sekarang kenpa kkp itu berada di semester akhir. oh my god betapa terlambatnya kami sadari bahwa kami sudah dewasa, kami di anggap serba bisa tapi nyatanya zong. 

itulah sekiranya cerita kkp dengan artinya menurutku. tak ada guna jika tanpa pemikiran dewasa dan sok tua, tak ada cerita main-main, yang ada kami berlakon seperti orang tua dan penghulu desa pada umunya, baru kkp itu akan terlihat sukses, tak lupa pula mental harus segera di siapkan dari sebelum-belumnya.
Minggu, 20 September 2015 2 komentar

Tutup Cerita


turmuzitur


 Bertahun tahun silam
Menurut anak agung di seberang pulau sana
Ada seorang biduan mengecap dengan ibu jari
Dia berkata...

Gulali tak terasa manis lagi nak
Yang ada hanya munte, munte, munte
Dia keriting, pirang, hitam, pekat
Menyapa dengan mulut liuran.

Simpan kata-katamu nak, lidah tak bisa menari dengan kecapan liur bak kuah
Hanya saja kau belum dewasa
Mengerti arti sedap dan kecut itu hanya mati rasa
Mengerti benturan nafasku tak kau anggap penyakit
Mengerti buaian tangan halusku tak kau resapi
Keciprat keringatku tak pernah kau hargai.

Kini kau rasa seperti es batu kau rasa embun di telapak kakimu
Bukan lagi keringat ,tapi peluh mendamba  medali yang kau inginkan
Biasanya kau kantongi topeng tapi kini riya’ perisai tubuh mu
Dua-duanya sama, hanya beratnya kau terlahir dari rahimku nak
Anggap saja kau keluar dari selak batu
Agar aku tak terbiasa menanggung malu.

Andai saja kau bisa kalungi rangkaian bunga semasa aku hidup
Kau coba penuhi lemari kaca di rumah dengan piala-piala emas
Bukan saja aku yang bangga.. tapi kaum penonton akan turut berbahagia.
Sabtu, 05 September 2015 0 komentar

Bukan Dusun Pada Umumnya, Dasan Tereng Kecamatan Narmada Lombok Barat



 
pnpm.perkotaan

Siang terik matahari selalu menyengat di atas langit narmada, menyengat dan membakar kulit, kemajuan sudah melingkupi seluruh strata sosial masyarakatnya, mulai dari kelas ekonomi sampai ke atas, desa ini mengikuti letak geografisnya yang dekat dengan ibu kota NTB, yakni mataram, dari segi pembangunan, setidaknya sudah banyak di bangun kantor-kantor perusahaan besar, seperti Hino, Yamaha , perusahaan air minum lombok dan Narmada, dan tentu juga sekarang sedang berdirinya mall besar di Narmada gerimax indah.

Semuanya tidak terlepas dari kualitas SDM yang mumpuni, terbukti setelah sebulan di sini, bergaul dan bekerja bersama masyarakat, menjadikan kami setidaknya tau kultur masyarakat desa yang sudah terjamah oleh g;lobalnya pergaulan kota.

Menikmati suasana persawahan tak lagi nikmat seperti di desa-desa kecil, mendengar cericit burung dan gonggongan  anjing maupun naynyian jangkrik sudah tak ada di desa narmada ini, mempunyai kesan tersendiri ketika kami di hadapkan pada pengetahuan bahwa hamparan sawah di depan posko kelompok KKP kami bukan lagi milik warga narmada asli, melainkan milik konglomerat dari luar. Apa jadinya investasi pada sawah kecil yang tidak sampai berhektar-hektar dan letaknya tidak menarik jika di bangun ruko atau bentuk usaha lain di atasnya.

Masyarakat desa dasan tereng kec. Narmada ini sebagian besar berprofesi sebagai wirausaha, dengan kualitas SDM nya sudah tak terlihat buta aksara, petani miskin, buruh tani, pembajak sawah, dan pekerjaan pekerjaan orang desa pada umumnya.. di mana-mana sudah terlihat banyak usaha laundry usaha batu akik, rental foto kopy, sumber bio gas, kelompok peternak sapi perah dall, standar masyarakat desa yang berkesan miskin sudah tak ada lagi.
pariwisatakukar.wordprees


Sedemikian rupa mengemas masyarakat menjadi masyarakat cerdas dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sudah pasti pemimpinnya atau kepala desa dasan tereng bukan pemimpin biasa, melainkan orang yang sudah berpemikiran moderen lagi maju, kepala desa muda, pak supratman hadi SH, semenjak berumur 23 tahun sudah menjadi kepala dusun di desa dasan tereng karang sidemen utara, setelah itu menang di pemilihan kepala desa tahun 2013.

Namun rupanya bukan lagi terlihat seperti desa, melainkan sudah kekota kotaan, membuat sifat dan karakter orangnya pun berbeda, orang desa dominan dengan bahasa halus dan santun lagi ramah, tidak hidup individu melainkan rasa sosial tinggi, jujur dan polos adalaha ciri khasnya, itulah sebenarnya permasalahan person masyarakat kota-kota besar, tidak mampu bersikap seperti layaknya orang desa, bukan pada tingkat pemikiran tapi bermain dengan watak. Dasan tereng pun begitu mungkin tak mampu mempertahankan budaya desa tersebut.

Permasalahan yang dominan terhadap desa berwajah kota tentunya adalah agama, sehingga menjadi nilai plus buat kami yang berbaground agama, yakni Institut Agama Islam  Negeri Mataram, tapi masyarakat di sini masih bisa mengucap syukur karna budaya mengajji masih di marakkan, meskipun sudah melalui TPQ, tidak lagi di rumah-rumah kiai atau guru agama seperti di desa desa terpencil. Remaja masjidnya pun juga begitu, energik dan pemikiran lues, membuat acara gebyar kebagkitan remaja dan lain sebagainya, tapi selalu ada perbandingan, remaja masjid di desa mengadakan pengajian namun di sini mengadakan gebyar di panggung megah tengah lapangan.

Dari segi agama lagi kita tengok, dasan tereng mempunyai 2 agama besar, islam dan hindu, masing masing mempunyai umat besar, mekipun yang paling besar tentunya islam. Banyak terjadi perkawinan beda agama, contohnya anak didik mengajiku amar, ibunya dulu hindu teta;pi menikah dengan orang islam, sehingga memeluk agama islam jua, tapi anehnya di rumah amar masih terlihat keluarganya memelihara anjing, tak ada yang melarang, tak ada omongan omongan jahat, hal tersebut masih di anggap wajar.
blog.8share.com


Terpungkiri oleh zaman yang merupakan anugrah tuhan, dan selalu berusaha di perbaiki oleh para kaum idealis bertahun tahun lamanya, naluri jahat dan rakus birokrasi tak kunjung padam, politik itu baik katanya, jika di pergunakan pada tempatnya, namun politik itu kadang selalu di salah artikan sebagian oknum yang duduk di kursi pejabat.

Bukan saja di tatanan oknum pejabat pejabat tinggi negara, meskipun tidak sepenuhnya di cap salah dan selalu diiringi pandangan miring dari berbagai pihak, tapi juga penyakit salah itu mewabah ke tatanan-tatanan pemerintah bawah, Kami tidak tau apa salah kami menjadi warga polos yang selalu memimpikan pemimpin jujur lagi baik.

Belum lengkap sampai waktu penarikan kami, ingin rasanya menciptakan sejarah baik yang nantinya akan di kenang oleh masyarakat sini, tapi pengalaman juga yang jadi tolak ukur kemampuan orang untuk bermain.
Sampai hari ini kami masih kesulitan mencari dana untuk agenda acara besar kedua kami di desa dasan tereng, tidak seperti di posko teman-teman kami yang lain, yang mendapat lokasi lokasi berkultur primitif, menjamin mereka mendapatkan makanan enak setiap hari dari warga masyarakatnya yang  senang berbagi. Dana untuk kegiatan bakti sosial dan santunan buku pada anak-anak didik di sekolah alam yang berdiri satu bulan lamanya. 

Mendengar cerita teman, mereka mengadakan acara menggunakan anggaran desa sampai berjuta juta, mau mengadakan acara sebesar apapun selalu di dukung oleh kepala desa, mereka di hormati layaknya orang yang berpengetahuan tinggi, mahasiswa bisa melakukan hal-hal besar untuk bekerja membangun desa, di percayai itu intinya. Tapi kami di sini masih dengan proposal yang di tolak oleh instansi instansi, pengemis instansi bahas kasarnya. Nama baik kami tercoreng ketika kami memohon bantuan dana pada staf perangkat desa oleh sebab kegiatan kami tidak bersamaan dengan kegiatan remaja masjid yaitu acara gebyar. Jelas acara kami tidak bisa bersamaan karna bakti sosial dan acara pengajian pengiring penarikan kami akan di adakan di masjid bukan di lapangan dengan panggung besar lengkap dengan pencahayaan terang, jika boleh memilih di masyarakat moderen lebih banyak cekcok pengiringnya adalah masih seputar uang, namun di masyarakat desa banyak semangat di sertai dengan kejujuran. 

Tinggal dua minggu, kami akan meninggalkan desa penuh kenangan ini, desa dimana aku tau banyak perempuan muda kaya yang mentraktir laki-laki, banyak anak-anak kecil yang sudah energik di depan kamera, hanya bu nur yang setia dengan seember terong 3 kali seminggunya, dia akan mampir di bonceng menggunakan honda astrea oleh suaminya ke posko kami, mengantar terong hasil garapan sawah mereka. Aku bersyukur.
 
;