Kamis, 14 September 2017 0 komentar

Tenun Kebanggaan Dari Desa


Kain Tenun Khas Lombok

Cerita dari kampung memang selalu menarik untuk diceritakan, membuat hati terasa teduh, nyaman dan jika mendengarnya pastinya yang terbayang untuk pertama kalinya adalah kedua orang tua, adik, kakak, keponakan-keponakan yang lucu dan tentunya tidak lupa dengan panorama khas persawahan nan hijau dan menyejukkan mata. berangkat dari desa pula para pembesar yang sebagian besar telah mengenyam asam garam kehidupan pastinya lebih bisa mengambil kebijakan yang lebih merakyat dan bijak, namun kehidupan desa jarang orang yang mampu memahami ketika sebagian besar dari mereka telah menikmati enaknya duduk menyantap makanan di mall mal besar dan restoran-restoran terkenal.

Lombok, adalah sebuah daerah yang amat terkenal dengan aroma sejuk pedesaaan dengan masyarakatnya yang agamis serta ramah, menjadi seorang yang terlahir di daerah ini menjadi suatu kebanggaan tersendiri untuk saya pribadi, dimana banyaknya konflik bisa diselesaikan dengan musyawarah, dimana ada kejadian kejadian ganjil yang mungkin menurut masyarakat kota sudah lumrah terjadi bisa diselesaikan dengan adat ataupun dengan meminta pendapat sang tetua masyarakat. dan tidak lupa pula saya sebut jika kalian berkeliling di desa-desa pada pagi hari sekitar jam 9-10 pagi kalian akan menemukan aroma makanan kampung berasal dari rempah-rempah yang baru saja di cabut dari pohonnya atau aroma manis dari sayuran yang baru dipetik dari tanaman depan rumah. hiruk pikuk kebisingan kendaraan seakan mustahil  kecuali pada warga yang memiliki rumah di pinggiran jalan besar.

Dari kebiasaan kebiasaan kecil serta adat-adat mengikat seperti itulah, menurut saya akan terlahir suatu budaya dan karya yang akan bisa dikatakan sempurna tanpa iming-iming kebiasaan kota nan kejam. di tempat saya tinggal tepatnya di pringgasela selatan, nuansa agamis serta budaya kekeluargaan masih sangat kental, saya katakan seperti itu bukan berarti di tempat saya dipenuhi dengan orang-orang berjenggot atau berkopiah putih, mungkin bisa dikatakan lebih kepada tradisi yang diteruskan dari para leluhur terdahulu, seperti zikir saman, pembacaan ratibul haddad ( Salawat dan doa) bagi ibu-ibu secara rutin setiap malam, zikiran dan doa bagi warga masyarakat yang telah meninggal, bisa saya katakan setiap malam jika kalian ada di kampung tersebut kalian akan mendengar kebisingan spiker masjid atau musalla yang selalu ribut oleh bacaan-bacaan warga.

Dari kampung ini juga saya bisa tau, bahwa di sana terdapat ribuan penenun kain dari kalangan ibu-ibu maupun para remaja putri. adat yang mengikat mengharuskan setiap wanita di kampung tersebut harus bisa menenun kain. menurut cerita dari sumber yang saya dapat, para gadis di sana tidak akan di nikahkan apabila mereka belum bisa menenun kain, konon ceritanya kain-kain yang sudah di tenun itu akan menjadi sebuah simbol para wanita akan mendapatkan keluarga yang sakinah jika membawa kain yang ditenunnya itu saat memulai membangun rumah tangga. desa pringgasela memang terkenal sebagai penghasil tenun dari pewarna alam, seperti dedaunan dari tumbuh-tumbuhan pilihan ataupun cairan yang berasal dari binatang. hal inilah yang menjadi perbedaan kain tenun pringgasela dengan kain tenun lainnya di wilayah lombok seperti desa sade dan sukerare yang terletak di kabupaten Lombok Tengah.

Banyaknya tradisi serta budaya di kampung ini membuat saya tersadar betapa kehidupan desa sangat memikat, alangkah sayangnya jika tradisi dan budaya tersebut tidak di manfaatkan sebagai bagian dari icon kemajuan daerah NTB hususnya maupun Indonesia. baru baru ini tepatnya pada tanggal 11 september 2017 para tetua bekerjasama dengan para remaja desa membuat sebuah event besar yang melibatkan 1350 penenun asli daerah pringgasela, namun sayangnya event tersebut tidak bisa di datangi oleh dinas pariwisata kabupaten maupun provinsi, alasannya sederhana karena para kepala dinas bertepatan pada hari acara itu sedang menghadiri kegiatan pariwisata lainnya di pulau lain. lebih dari itu sangat disayangkan ketika dinas pariwisata menuai kritik masyarakat yang dilansir pada media yang meliput acara tersebut tidak menerima kritikan warga yang berasal dari rasa kekecewaan tersebut.

Di hadiri tidak danapun tak ada, ribuan penenun berhati sabar dan berharap perekonomian mereka akan maju lewat menenun berkat perhatian pemerintah hanya bisa pasrah. bagi mereka, menenun bukan saja budaya tapi lebih kepada kepuasan. bangga akan karya sendiri dan identitas sendiri adalah suatu prinsip, dan usaha sebagai bumbunya, seperti mereka meracik bumbu di dapur terbuat dari pagar kayu, dengan hanya berharap senyuman bagi anak serta keluarga yang memakannya.

Jika saja 1350 penenun tersebut di berdayakan dengan mendatagkan banyak para wisatawan-wisatawan mancanegara, akankan peluh mereka akan terbayarkan dengan senyum yang mengembang.


 
;