Aliran air laut dangkal mengitari bebatuan yang timbul akibat air laut
surut membentuk sungai panjang, terlihat segelintir anak balita bermain air,
memercikkan air ke sana kemari dengan riangnya, tak luput dari perhatian si
ibu.
Orang-orang ramai mencari keke atau kerang laut yang kerap menjadi incaran
setiap tanggal 15 bulan atas menurut perhitungan orang sasak, itu menjadi
pertanda tetap untuk pesta pantai sekaligus liburan kecil-kecilan untuk
keluarga. Biasanya waktunya dari siang sampai sore hampir malam. Fenomena kecil
tapi sangat membahagiakan hati.
Sore itu ibarat aku bernostalgia dengan kenangan waktu kecil dengan kakak
misanku, saat gila untuk bermain dulu, tak peduli matahari membakar kulit
coklat kami, tak peduli dengan ibu kami yang hawatir dengan hutan yang menjadi
jalan pintas untuk menemukan pantai tempat bermain, yang kami perdulikan hanya bunga
pantai berduri menari-nari di depan mata untuk segera kami kejar bertarung
bersama angin.
Ku lihat mata kakak ku berkaca-kaca melihat jembatan-jembatan baru di
bangun dan bebearapa dermaga kecil yang di jadikan tempat parkir bagi para
pemancing. Entah dari mana saja asal mereka, rupa-rupa asing bukan dari warga
desa kami, rata-rata mereka juga bermobil.
Sejauh mata memandang bunga pantai berduri itu sudah tak ada, semak-semaknya
sudah di pangkas semua, bahkan danau tempat kami biasa membersihkan diri usai
lelah berenang di pantai kini sangat kotor dan jorok, airnya terlihat jelas tak pernah di gunakan
untuk mandi, melainkan bekas-bekas limbah terlihat begitu nyata.
andikaawan |
Dulu mimpi kami sangat sederhana, memiliki sepeda motor dan baju bagus agar
kami tak lagi melewati hutan untuk bermain kejar-kejaran bersama teman-teman,
“mimpi kita sekarang sudah menjadi nyata dek,kau sudah menjadi wanita cantik
dan berpendidikan, kita kemari dengan motor dan pakaian bagus” ujar kakak ku
sembari menyingkirkan batu-batu kecil mencari keke.
Aku bahagia seketika, nafasku longgar dan ku kencangkan kembali, mencoba
menikmati dan menyelami keindahan masa kecil ku dulu, sesekali ku coba mencari
tempat pas untuk berpose bersama kakak selagi aliran sungai dangkal itu masih
ada. Beberapa jepretan sudah sangat membuatku bahagia.
Bagaimana tidak ku nikmati, sudah sangat lama rasanya tidak bersua dengan
alam indah yang di depanku kini, hampir enam tahun lamanya, dan pertemuan ku
dengan kakak ku tercinta sudah sangat lama ku idamkan, dia seorang wanita
pekerja keras dengan cita-cita yang amat tinggi, berparas cantik dan amat periang.
Masih ku ingat jelas ikrar kami dulu usai shalat ashar di mushalla kecil
dekat sungai, dia menungguiku di atas batu selagi aku masih berak di balik batu
yang di aliri sungai nan jernih airnya, saking rumah kami sangat sederhana dan
tidak memiliki toilet husus untuk buang air besar.
Dia berkata,” kamu pasti di kirim bibi sekolah di pesantren sementara aku
akan sekolah di SMP dekat rumah, kita akan berpisah dan akan jarang bertemu,
bagaimana kalau sebelum berpisah gaji kita membungkus kerupuk minggu ini kita
gunakan untuk membeli poster dan kita saling tukar sebagai kenang-kenangan”
Aku sangat setuju dengan idenya, kami sangat senang membeli poster artis
grup bend dulu lalu kami akan tempel di dinding kamar kami masing-masing, yang
lebih anehnya di ingatanku kami bertukar tanda tangan di poster yang kami beli, seakan tanda tangan itu
tanda tangan artis di poster.
Kami memang di didik hidup mandiri, setelah pulang sekolah dulu aku dan
kakak ku bekerja sebagai pembungkus kerupuk, tapi namanya anak kecil masih SD,
gaji kami yang di berikan satu kali seminggu akan habis di gunakan untuk pesta
pantai setiap hari minggu pagi, lebih-lebih pasar labuhan haji hanya di buka
pada hari minggu.
Barang-barang yang kami beli sesuai dengan upah kami, hanya cukup membeli
poster dan urap-urap, lalu kami akan pulang lewat hutan dan sungai besar, tentunya
urap-urap itu tak langsing kami bawa ke rumah, kami santap dulu di batu besar
pinggir sungai, kebon datu namanya. Hatiku terenyuh jika ku ingat, air mataku
rasanya akan tumpah.
Delapan tahun lamanya aku meninggalkan kampung halaman untuk menuntut ilmu,
selama itu telah banyak yang berubah, meskipun aku pulang untuk libur panjang
sangat jarang aku bisa bertemu dengannya. Kakak ku sudah banyak menemukan
sahabat baru, dan tidak lagi curhat padaku, lebih lebih setelah aku menamatkan
sekolah aliyah dan meneruskan kuliyah di mataram.
Sedangkan dia memutuskan berhenti hanya sampai tamat SMA, dan bekerja
sebagai pelayan toko,dia yang ku temui sekarang amat berbeda, matanya sayu dan tubuhnya sangat kurus, terlihat kantung
matanya hitam membesar., sangat kontras bebannya terlalu berat.
Cita-cita kami yang belum ku sebutkan adalah menjadi guru di SMA 1 selong
dan menjadi orang terkaya di desa, sempat juga kami bercita-cita menabung hasil
bungkus kerupuk kami dan membeli sepeda motor setelah bertahun-tahun. Uhh sangat
ngeri jika ku ingat.
andikaawan |
Lama-kelamaan ku lihat dia terduduk lesu di atas batu karang agak besar dia
masih menjadi kakak sekaligus sahabat ku yang penuh semangat perjuangan, tak
sama sepertiku yang kegirangan melihat pantai labuhan haji, espresinya lebih kepada
biasa-biasa saja, [pikirku mungkin karna dia sudah bosan ke tempat ini.
“kapan aku bisa kuliyah”, ujarnya lirih ketika duduk di batu karang yang
sama sambil menatap matahari tenggelam,
“ sabar, masa depan masih panjang, tak kan terhenti sampai pada menjadi
pelayan toko, kau masih muda ka’, tidak ada kata terlambat” timbalku mencoba
membesarkan hatinya.
Hatiku tertusuk amat dalam, kenangan-kenangan kami seakan muncul
beruntutan, meskipun usia telah menelannya, meskipun orang tua kami sudah
melupakan omelan-omelannya gara-gara kami telat pulang habis bermain di pantai
indah ini.
Masih sempat juga ku berharap ada satu rumpun saja bunga pantai berduri
untuk ku persembahkan padanya. Untuk menghapus sedihnya dan berlari melawan
arus angin pantai yang keras. Sekeras masa yang telah lewat merenggut mimpi mimpinya.
1 komentar:
Manta...Tulisaanya Renyah, laksana Gerupuk Lendong..
Posting Komentar