Sabtu, 08 November 2014

Mahasiswa dan Dinamika Wacana Keagamaan


insanmultikultural.wordpress.com
Kritik pedas yang yang dilontarkan pada candaan atau gurauan pada saat ngobrol santai soal waktu sholat di kalangan mahasiswa kerap membikin kuping panas bagi yang mungkin tidak sepakat dengan perkataan yang timbul dari pemikiran akibat rasa malas ataupun kebiasaan yang sangat sering di biasakan
Sering terdengar ucapan-ucapan yang terkesan merendahkan ajaran syariat islam, mana lebih banyak mahasiswa yang lebih mementingkan urusan duniawinya ketimbang urusan akhiratnya.

Banyak yang mengatakan bahwasanya padi semakin berisi semakin merunduk, tapi pada kenyataannya sekarang keintelektualan seseorang di gunakan mengkritisi ajaran agama, kalau mengkritisi saja... tetapi pandangan seolah-olah menjadi suatu ijtihad bagi diri sendiri, bagaimana mau berijtihad...?

Nilai bahasa arabnya saja tidak memenuhi prasayarat untuk masuk pintu ijtihad. pemikiran sekuler mungkin sebagai candu yang membuat pemikiran mahasiswa sedikit keren jika melontarkan argumen, tetapi untuk sekelas mahasiswa dan soal keyakinan apakah pantas...?

Bukannya merendahkan, dengan realitas yang sekarang kenyataanya birokrasi kampus menjadi tren gaya terkini atau sejak dari birokrasi itu lahir, lebih dipilih dari pada dunia akademisi,, walaupun banyak juga yang tidak mementingkan hal tersebut. Di tataran mahasiswa bukan yang lain.

Suatu agama punya ajaran,suatu ajaran mempunyai teradisi,dan setiap tradisi mempunyai nilai yang tidak mungkin di sama dengan yang lain. Tapi kerap kali mahasiswa melontarkan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama yang semestinya ada pada suatu yang di sebut pembaharuan.

Tidak bisa dipungkiri dunia kampus tidak bisa terlepas dari organisasi berbasis sederhana, atau mungkin bisa di sebut bibit baru untuk menunjang masa depan, dan nantinya melahirkan tunas pemikiran baru yang lahir dari ideologi masing-masing yang di usung.  Tak ada yang salah, semuanya benar, seperti halnya agama samawi yang berbeda-beda jenis dan ajarannya tapi mengaku tujuannya sama yakni tuhan, entah siapa yang benar.  

Dan satu yang kerap terlontar juga dari mulut mahasiswa ketika sudah mulai oleng dengan pemikiran sendiri, yang lain ikut-ikutan menimpali,”itu tergantung pada diri kita” . tak ubahnya dengan taqlid buta tak tau sumbernya dari mana,kenapa tidak  berittiba’ saja dengan keyakinan yang sudah kita ketahui benar dan salahnya.

Tuan guru sudah di kritisi,yang paling hangat di santap buku-buku mujaddid, tapi kerap kali di salah pahami sehingga saat dilontarkan menjadi nyengir si pendengar. Memasuki dunia kampus berarti siap melakukan proses pendewasaan bagi akal,jiwa dan raga. 

Bagi akal misalnya, bekal yang di bawa dari sekolah atau pondok pesantern tak ubahnya sebagai ulat yang jika bermetamorvosis dengan sempurna akan menjadi kupu-kupu yang indah, akan tetapi jika ulatnya gagal?
Apa yang terjadi? Lebih baik menjadi ulat saja dari pada nantinya busuk dan menjadi nyinyik untuk kehidupan yang sudah bagus. Berbenah dari kesalahan dan kekurangan memang sangat dianjurkan tetapi apa ia dengan hanya bermodalkan akal yang masih mentah tanpa acuan yang jelas sudah ada? 

Bani abbasiyah sebagai bukti revolusioner yang hasilnya sangat menakjubkan dan menjadi sejarah yang dikenang manis sampai sekarang, bunk karno yang terkenal dengan pidatonya yang mengobarkan semangat para pemuda-pemuda sehingga melahirkan tokoh-tokoh pembaharu dengan pemikiran-pemikiran baru yang mengundang kemaslahatan untuk banyak orang, itu tak terlepas dari tujuan untuk pembaharuan dunia

Bukan untuk pembaharuan diri sendiri yang tidak berdasarkan kesepakatan,suatu pendapat yang di gabungkan dari akal-akal yang sangat cerdas belum tentu juga benar,pada akhirnya akan melahirkan kesepakatan yang salah, apalagi yang hanya dari diri sendiri. 

Suatu pembaharuan yang nantinya akan menjadi sejarah yang tidak akan terlupakan apabila suatu pemikiran itu mengandung keuntungan bagi  semua kalangan, tak memandang kaum manapun, jadi proses pendewasaan yang seperti apa yang harusnya tepat di kalangan mahasiswa?

Jiwa pun juga begitu,pemikiran-pemikiran yang timbul akibat dari ideologi masing-masing pemeluk suatu organisasi, sekali lagi tak ada yang salah, tetapi sangat disayangkan jika ideologi tersebut hanya untuk konsumsi pribadi atau konsumsi golongan, oleh karenanya diakui semua kalangan, berarti berpengaruh, dan berpengaruh berarti bermanfaat. Jadi alangkah baiknya jika tingkah laku kita berdasarkan pada apa yang sudah diakui,bukan pada pembenaran pribadi.  Tak ada gading yang tak retak, semuanya adalah proses pendewasaan jatuh bangunnya manusia awam memang wajar,

Tetapi jatuh bangunnya ulama perlu dipertanyakan,kultur budaya kampus memang sangat rentan dengan persaingan,dan di sanalah kita akan menempatkan istilah itu tergantung pada diri kita
Semua kembali ke kita bukan pada soal agama atau keyakinan, karna hakikat sesuatu tak akan diketahui tanpa di pahami dan disepakati terlebih dahulu, ironis halnya jika kita tak belajar terlebih dahulu lalu kemudian melontarkan hal yang nantinya pasti di tertawakan orang lain. 

So mahasiswa yang berbasis agama kenapa  tidak mendalami agama sedalam-dalamnya bukan ala kadarnya, sehingga nantinya akan melahirkan pemikiran yang menyejarah, tetapi bukan dengan cara menjarah.


Share On:

0 komentar:

Posting Komentar

 
;