Jumat, 07 November 2014

Belajar Berbesar Hati

Tanjung Karang, 06 September 2013

dioznardo.blogspot.com
Hari Jum'at, tanggal 06 September 2013 bagiku adalah, hari, tanggal dan bulan paling bersejarah saekaligus kurang menguntungkan bagi perjalanan hidupku, menjalin hubungan asmara. Tidak pernah terbayang, sesuatu yang nampak dekat dan kelihatan begitu mudah, ternyata tidak jadi jaminan bisa didapatkan. Sebaliknya bisa jadi bumerang bagi kehidupan setiap orang, kalau tidak pandai menyikapinya dengan kesadaran.

Jum’at sore kemarin, entah kenapa pikiran rasanya tidak tenang, tidak seperti biasanya, seakan terjadi sesuatu. Tetapi saya tidak mau ambil pusing, dan lansung tancap gas memacu sepeda motor vega ZR saya melaju kencang ke Kabupaten Lombok Utara, guna mensurve lokasi tempat untuk kegiatan workshop.

Disepanjang jalan pusuk, saya banyak melamun, akibat pikiran tidak tenang.
Sehingga ketika hendak menuruni tajakan berliku menuju KLU, hampir saja truk besar berwarna merah menyerempet saya, karena terlalu tengah mengambil jalur. Sontak saja saya tekaget, ditambah suara sopir teruk, yang berteriak sampai memekakkan telinga,

“he melem mate kamu, mentie ntam kadu motor” (hai, mau mati kamu, begitu caramu pakai motor), teriak sang sopir teruk, dengan wajah garang. Gendang telinga seakan sobek rasanya mendengar terikan sopir tersebut. Meski suara sopir sedikit memancing emosi untuk menimpali, aku sadar kalau yang salah memang aku sendiri.

Tidak ingin maslah tambah rumit, saya memilih tetap melanjutkan perjalanan ke utara. Sesampai di Tanjung KLU, aku hanya duduk ngobrol sebentar dengan pemilik Cafe indofot, yang rencananyan akan dijadikan sebagai tempat pelaksanaan workshop. Setelah itu, aku lansung pulang, hari juga sudah sore, dan hampir magrib.

Sesampai di Mataram, aku lansung memarkir motor di kost dan berbaring.
Hari itu badan rasanya letih sekali, setelah berjuang melewati tanjakan pusuk demikian panjang. Saat lagi asik berbaring, melepas lelah, kenapa aku jadi kepikiran sama dia, dan ingin lansung nelpon, soalnya dari hari kemarin dia tidak pernah mau angkat HP aku, sehingga jadi kepikiran juga.

Aku lansung meloncat bangun dari tempat pembaringan, dan segera ke conter sebelah untuk mengisi pulsa. Belum saja lima menit aku duduk di conter mengsi pulsa, tiba-tiba HPku begetar, ada panggilan masuk, ternyata dari bapaknya dia. Penasaran ada apa gerangan telpon lansung saja aku angkat. Hallo, assalamulaikum, ucap bapaknya dia, walaikukm salam pak jawabku.

“E nak, ndak ada adikmu di sana, soalnya dari tadi sore dia tidak ada di rumah samapai shalat isa ini, tadi HP adiknya yang dia bawa saya hubungi, tidak aktif” tutur bapak dia. HP dia kemana pak, tanyaku?, “Katanya HP nya hilang kemarin di Loang Baloq”. Mendengar penuturan dari bapaknya begitu, firasat saya lansung berkata, kalau dia di bawa kawin lari.

aku hubungi Hpnya juga tidak aktif. Kut dugaanku, yang membawa dia kawin lari adalah bekas pacarnya yang dulu, termasuk bisa jadi yang mengambil HPnya.
Tidak mau percaya begitu saja dengan firasatku, aku mencoba menelpon beberapa teman kosnya, siapa tau dia ada disana. Hallo dik Sari!, kamu dimana itu, ada hen gak sama adik. “Kurang tau kak, saya juga masih dirumah ni” kata sari. O ya dh makasih dik. Selesai menelpon Sari, saya lansung hubungi no HP teman kosnya yang satu bernama Ani.

Sama halnya dengan Sari, Ani pun tidak tau keberadaan dia. Mendapat jawaban serupa dari kedua temannya begitu, saya lansung menghidupkan sepeda motor, dan melaju kencang ke arah kampus, tempat dia kuliah. Teman-teman organisasi dia di kampus juga tidak tau “kurang tau kaq, dia jarang ke sekretariat semenjak KKP beberapa minggu lalu.

Tidak mendapat keberadaan dia di kampus, firasatku kalau dia dibawa kawin lari semakin kuat. Satu-satunya tempat untuk mencari keberadaan dia adalah kosnya. Dengan pikiran kacau tidak karuan dan badan terasa masih letih, aku melaju motorku menuju kosnya. Di kosnya aku tidak menemukan apa-apa.

Semua pintu dan jendela kosnya masih tertutup rapak dengan suasana gelap. Pupus sudah harapanku bisa menemukan dia, semua teman dan tempat biasa dia berada sudah aku, namun tak membuahkan hasil. Aku terduduk lemas di atas sepeda motorku, badanku terasa lemas lunglai dan merenung untu beberapa saat.

Tersadar dari lamunan, aku mencoba kembali menghubungi no HP adiknya, yang dia bawa hilang sejak sore itu. Lima detik berlalu, tiba-tiba HP adiknya yang dia bawa tadi sore aktif, hatiku dan jantungku terasa berdebar dan berdegup kencang menunggu jawaban, dan “hallo, siapa ini? Saya dik!, siapa?. Saya! Kaq siapa yang kasih nomor saya.

Ditanya begitu, saya balik bertanya kepada dia. Kamu dimana dik? “Kak saya!”. Jawab dik, kamu dimana suaraku sedikit bergetar. Adik benar-benar minta maaf kak, adik kawin. Mendengar jawaban begitu kepalaku rasanya pening, tempat disekitarku berdiri rasanya berputar harus menerima kenyataan pahit itu.

“adik minta maaf sebesar-besarnya kak”, ucap dia kembali. Sudahlah dik, adik minta maaf atau tidak, sama saja, tidak akan mengembalikan semuanya, simpan saja permintaan maafmu, tutupku dan lansung mematikan HP tanpa mengucapkan kata sepatahpun. Dengan langkah gontai dan tenaga yang masih tersisa, aku menghidupkan motorku dan lansung pulang.

Sesampai di kos, aku lansung melemparkan badanku dan berbaring terlentang, mataku menatap kosong menghadap langit-langit kos-kosan, mengenang kembali kenangan dan masa-masa indah bersama dia, mengucap sumpah janji setia, sampai saatnya dia dan aku bisa bersatu dalam ikatan suci pernikahan.

Kini, itu semua, hanya tinggal kenangan masa lalu, yang tidak akan pernah kembali. HP-ku tiba-tiba kembali berdering, ada panggilan masuk, aku lihat ternyata dari bapaknya dia, hallo pak ucapku “nak, sabar sudah ya, mungkin kalian tidak berjodoh, adikmu kawin sama mantan pacarnya yang dulu. Ya saya sudah tau pak jawabku.

Semalaman aku tidak bisa tidur, bayangan dia terus teringat dalam pikiranku. Ku coba memejamkan mata, tapi tidak bisa, bayangan dan kenangan bersama dia tetap saja kembali mengingatkankua. Aku bangun dari pembaringanku, membuka laptop dan menuliskan kembali kejadian yang aku alami siang jum’at itu, sampai lahirlah tulisan ini

Ada semacam penyesalan benci, kecewa dan rasa dendam kalau mengingat semuanya. Tetapi aku sadar cara seperti itu tidak akan menyelesaikan persoalan, “dunia tidaklah selebar daun kelor” kata para pepatah bijak, perjalanan hidup masih panjang, meraih kehidupan yang lebih baik.

Berfikir positif dan mencoba melupakan semuanya adalah jalan satu-satunya, bisa melepaskan diri dari belenggu hati dan perasaan, yang kalau dibiarkan terus menghinggapi pikiran, bisa membuat kita menjadi lemah dan tidak berdaya.
Share On:

0 komentar:

Posting Komentar

 
;