uksw.ude |
Dua kota jahil menghadapkanku pada
makna mendengkur dengan mata melek. Tidak dengan sejuta pesonanya yang
menyihir. Bergelayut dengan kehijauan di sekeliling dan senja indah seolah mendekatkan
kepada sang kholik.Desa dasam tereng Narmada
namanya, sudah di bilang kota jika sudah merasakan bergaul dengan
masyarakatnya, dan tentunya lingkungan. Menggapai sebuah asa dari hasrat ingin
belajar itu amat sulit di sini.
Hampir dua minggu lamanya semenjak
kaki kami menapak memutuskan hidup bersama masyarakat dan berharap lingkungan kami ramah menyatu
dengan senyuman kami. Mulai mencoba merintis demi sedikit apa yang bisa kami
lakukan dengan potensi yang ada.
Kami beriak, mendamba sebuah pembelajaran
maupun mengajar apa yang kami bisa ajar. Getaran semangat setiap harinya selalu
ada. Bahkan sebelum fajar menyingsing di timur malamnya kami sudah bersiap
dengan apa yang akan kami tantang setelah fajar mulai naik.
Keramahan lombok masih mewabah di
dusun berwajah kota ini, membuat langkah kami semakin tegar menapak, tak lagi
bersemu merah dan menunduk kepala seperti awal pertama kami datang. Menyisir
satu persatu dusun desa dasan tereng narmada, namun tetap saja getaran di kaki
kami selalu ada saat bibir ini dengan sangat hati-hatinya berkata-kata dengan
para tetua.
Banyak pelajaran berharga bagi saya
dan teman-teman saya saat bergaul dan bekerja bersama masyarakat untuk
memajukan desa, di mulai dari hal kecil seperti mengajar mengaji sampai
mendirikan sekolah alam, menampung banyak anak didik menjadikan saya pribadi
kecut dan merasa sangat bodoh pada bidang keilmuan dasar seperti matimatik dan
sejarah islam misalnya.
Itulah kenapa saya mengatakan di
dusun-dusun yang sudah bergaya kekotaan sangat sulit terasa kami mengajar dan
mengambil pelajaran, bukan karna masyarakatnya bodoh sehingga kami tak dapat
belajar pada mereka namun sebaliknya, ternyata dalam hidup bermasyarakat bagi
kami berlapis almamater sangatlah sulit.
management darmajaya |
Dulunya saya tidak tau kenapa harus
tetua-tetua desa setiap malam mengadakan
rapat pada perayaan hari-hari besar islam, tidak lain alasan yang kami
rasakan sekarang ketika mengadakan acara dengan sasaran masyarakat karna alasan
malu terlihat tidak sempurna, padahal mahkota keilmuan kami dianggap lebih
tinggi di bandingkan mereka yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali.
Menaklukkan desa berwajah kota menguras
pikiran sekaligus perasaan. Di dukung dengan kegiatan remajanya yang maju, dan
sumber daya manusia cerdas dalam mengembangkan desa, serta kepala desa yang
cerdas dalam membantu perekonomian masyarakatnya, gigi kami bergeretak tak
ingin kalah oleh pemikiran orang tua.
Di desa dasan tereng yang sudah
memiliki sumber bio gas sendiri dan pekerjaan penduduk rata-rata wiraswasta
membuat kami bingung apa yang harus kami lakukan untuk membantu, sedangkan
masing-masing dari kami datang dari jurusan yang berbeda-beda dan keahlianpun
tak sama.
Memang ada beberapa dari kami yang
mempunyai ide bagus untuk mendapat perhatian dari masyarakat, memungkinkan bagi
teman yang lain untuk mengikuti dan menyetujui ide-ide mereka, tapi lagi-lagi
otak kami dan emosi masing-masing dari kami berbeda-beda, membuat saya merasa
harus menjadi penengah dan pendengar yang baik bagi teman-teman saya.
Kami berempat belas orang, segala
perbedaan harus kami samakan dan biasakan dalam jangka waktu satu minggu. Karna
kami hanya mempunyai 50 hari di desa yang mempunyai 8 dusun ini. satu minggu
beradaptasi kami rasa cukup. Setelahnya program harus berjalan sesuai rencana.
Bukan semata-mata karna mengejar nilai dari dosen pembimbing, lebih dari itu
beban moral di masyarakat jauh lebih menakutkan dari sekedar niali E.
purbaligga |
Seminggu berselang, hawa segar mulai
mendekati, membuat sendi-sendi otak kami tak lagi teganga, menjadikan memori
kami menangkap pemikiran-pemikiran liar. Anak-anak kecil usia mulai dari 2-
belasan tahun mendekat, super aktif dan terlihat berkembang dengan retorika
kekotaan mereka. Pikiran saya berputar, jika tidak orang tuanya kami buat
bersimpati, maka dari anaknyalah kami memulai.
Rancangan sekolah alampun mulai di
buat, sekolah yang tidak hanya guru sebagai pengajar dan membagi ilmu, akan
tetapi lebih dari itu alamlah yang menjadi gurunya. Kami bekerja sama dengan
karang taruna (remaja desa), mencampur anak dari 8 dusun untuk dua lokasi
sekolah alam.
Hari pertama kami mengajar kami
berpencar ke dua tempat tersebut, fokus pelajaran yang kami sepakati sebelum
fajar itu menekankan pelajaran bahasa inggris dan bahasa arab, menggaet minat
belajar mereka ternyata amatalah sangat gampangg, dari sini saya belajar
ternyata anak yang super aktif dan terkesan nakal lebih gampang di ajar
ketimbang anak penurut namun tak bisa menagkap, ujung-ujungnya kami terkesan
membosankan.
Saya terenyuh dengan salah satu dusun
yang memiliki kadus bernama selamet uji, di hari pertama saya dan kawan-kawan
mengajar di sekolah alam, rombongan anak SD dan SMP dari dusun pengenjek di
datangkan ke masjid dusun karang sidemen untuk belajar bersama kami, lengkap
dengan mukenah dan peci serta buku tulis plus polpen di dada. Saya takjub,
dusun yang lumayan jauh jaraknya dari lokasi sekolah alam sangat terbuka
anak-anaknya untuk belajar bersama, ada sesuatu mengalir dingin di dada saya
dan kawan-kawan, lokasi awal kami di masjid karna lokasi sekolah alam yang
sebenarnya di PAUD belum matang di persiapkan.
Kami ceria. Kami menatap anak-anak itu
dengan nanar, bergetar dan menggema suara mereka, membuat saya pribadi
bersemangat, meskipun saya bukanlah mahasiswa dengan beground pendidikan
seperti kebanyakan kawan saya.
Bermayarakat bagi kami mahasiswa
bodoh, baru belajar tata cara berbicara sopan, dan bersilaturrahmi di dusun
yang tak satupun kami kenal penduduknya menjadikan tingkat kedewasaan kami
semakin tinggi, rasa sosial kami terlatih, tidak hanya sekedar teori membosankan di abngku kuliah. Di dusun
berwajah kota aku tersadar mahasiswa itu terkadang seperti badut bodoh yang
mempunyai remot kontrol.
2 komentar:
Ulasannya menggelitik dan nakal, dengan bahasa mengalir, enak dibaca tulisannya dik, teruskan
Gaya menulismu, mirip gaya menulis Nisa ondeng, meledak ledak dengan bahasa jenaka yg membuat gergetan dengan argumennya
Posting Komentar