Mahasiswa IAIN mataram hari ini bungkam dengan segala ketidakberdayaan,
baik itu keterbatasan akses informasi maupun hak untuk bersuara dan memberikan
saran untuk sekedar menyampaikan aspirasi dan keluhan mereka.
idealisme mahasiswa tergadaikan, hanya dengan senioritas dan sogokan, tidak lupa pula di bubuhi intimidasi kecil-kecilan. kami bernaung di bawah lembaga ini, akan tetapi tak boleh tau dengan seluk-beluk permasalahan yan di anggap telalu pribadi di tubuh IAIN mataram. kami terlalu kecil hanya untuk tau permasalahan orang besar. begitulah kira-kira.
ini hanya pertanyaan sederhana dari beberapa kawan mahasiswa lain, terlepas dari yang mengaku dirinya aktifis, dan tentunya bukan akademisi yang tidak mau tau dan acuh tak acuh dengan retorika berbelit-belit dari dari pihak lembaga,bergelut hanya dengan buku dan penelitian.okelah kalau begitu.
selanjutnya,Kapan pelantikan rektor?? Pertanyaan itu mempunyai sisi sensitifitas yang
tinggi jika di sebut pada tataran pihak yang seharusnya mempunyai porsi untuk
menjawab pertanyaan tersebut. Mahasiswa juga termasuk dari bagian lembaga IAIN
Mataram, tapi tidak tau apa tugas dan fungsi di lembaga, kami mahasiswa, tapi
tidak tau apa tindakan kami dapat lakukan jika situasinya seperti hari ini dan
hari yang telah lewat, kami mahasiswa tapi diam bungkam malu bertanya karna
kami anak muda berkewajiban menghormati yang lebih tua.
Ini bukan lagi soal keputusan baik dan bijaksana itu bisa terlahir dari
orang yang mempunyai pengalaman dan ahli pada bidangnya, terus di mana peran
anak muda.? Pertanyaannya apakah karna tidak mempunyai porsi bicara pada
permasalahan tersebut? Apa itu hanya permasalahan di tataran rektorat dan
kementrian agama?
Beberapa hari yang lalu PGS Rektor menjelaskan dengan sangat hati-hati ketika kami bertandang ke ruangan beliau
untuk menanyakan ketidakjelasan informasi yang kami dapat. Beliau baik dalam
menjawab. Setelah itu banyak kata-kata yang akhirnya menjadi PR bagi kami untuk
sekedar bisa mengambil kesimpulan dari obrolan singkat kami.
Pasalnya pak Rektor menjelaskan kami mengenai informasi ter up too date, sedangkan kami tidak tau
alur sebelumnya apa. Kami manggut-manggut saja, pak rektor orang tua kami, tak
pantas untuk terlalu rewel bertanya. Setidaknya kami sudah mencoba mencari,
tidak hanya bisa menerima di kemudian hari ,bisa bisa menimbulkan penyesalan.
Seperti contoh beberapa wisudawan dilematis pada beberapa minggu lalu telah
mengantongi ijazah S1. Ijazah mereka di tandatangani oleh DIRGEN bukan Rektor.
Tak ubahnya ijazah paket D kata kami mengolok olok. Mereka hanya senyum-senyum
sambil menjawab “yang penting wisuda”
Beda lagi pada kasus pencairan uang UKM, setelah membuat proposal memohon
dana untuk keakraban, kami tidak lagi menghadap ke KABAG keuangan tapi telah
berpindah ke akademik masing-masing fakultas. Fakultas mana? Ini kan dana untuk
organisasi. Alasannya pihak rektorat sudah tidak lagi mengelola dana setelah
penundaan pelantikan rektor definitif, semua masalah keuangan sudah di
limpahkan ke Akademik, walaupun itu menyangkut pelaksanaan wisuda, kkp, pkl dan
lain sebagainya.
Rasanya kami seperti anak ayam yang menunggu induknya mendapat pekerjaan tetap
agar kami bisa makan enak seperti biasa, sementara itu kami terpaksa di berikan
roti keras hanya untuk bisa sekedar bertahan hidup.
beritasatu.com |
Sementara di sisi lain kami melihat aktivis mahasiswa yang biasanya
bermandikan semangat dan suara lantang menantang kebijakan menyimpang dari
pejabat, nyatanya itu hanya omongan kosong tanpa bukti nyata, OKP maupun UKM
tak berani bersuara. Belum lagi pihak yang memanfaatkan situasi untuk
melancarkan aksi balas dendam, aji mumpung katanya.
Gerak-gerik itu bisa terbaca, tapi siapa bisa yakinkan diri bahwa itu
benar. Salah jika kita berkaca pada orang lain sementara kita sendiri tak bisa
melakukan apapun untuk mewujudkan keingingan yang terlahir dari pertanyaan dan
kesimpulan tanpa bukti konkrit.
sinarharapan.co |
Salah siapa? Kejelasan tak ada, pertanyaan tak ada, kebijakan tak
memuaskan, persaingan semakin memanas, terkesan asal-asalan. Buka-bukaan apa
salahnya. Tapi kami tau itu sulit, seandainya saja kami sudah banyak pengalaman
seperti kalian. Jika budaya yang di wariskan seperti sekarang ini, apa jadinya
IAIN mataram beberapa tahun kemudian.
Ini hanya corat-coret pagiku sebelum berangkat liputan hari ini, semoga dilancarkan..
1 komentar:
dukung Rektor yang pro-kreasi!
Posting Komentar