Minggu, 20 September 2015

Tutup Cerita


turmuzitur


 Bertahun tahun silam
Menurut anak agung di seberang pulau sana
Ada seorang biduan mengecap dengan ibu jari
Dia berkata...

Gulali tak terasa manis lagi nak
Yang ada hanya munte, munte, munte
Dia keriting, pirang, hitam, pekat
Menyapa dengan mulut liuran.

Simpan kata-katamu nak, lidah tak bisa menari dengan kecapan liur bak kuah
Hanya saja kau belum dewasa
Mengerti arti sedap dan kecut itu hanya mati rasa
Mengerti benturan nafasku tak kau anggap penyakit
Mengerti buaian tangan halusku tak kau resapi
Keciprat keringatku tak pernah kau hargai.

Kini kau rasa seperti es batu kau rasa embun di telapak kakimu
Bukan lagi keringat ,tapi peluh mendamba  medali yang kau inginkan
Biasanya kau kantongi topeng tapi kini riya’ perisai tubuh mu
Dua-duanya sama, hanya beratnya kau terlahir dari rahimku nak
Anggap saja kau keluar dari selak batu
Agar aku tak terbiasa menanggung malu.

Andai saja kau bisa kalungi rangkaian bunga semasa aku hidup
Kau coba penuhi lemari kaca di rumah dengan piala-piala emas
Bukan saja aku yang bangga.. tapi kaum penonton akan turut berbahagia.
Share On:

2 komentar:

Posting Komentar

 
;