Rabu, 26 Agustus 2015 1 komentar

Cara Membangun Bahagia Bersama Pasanganmu

hanyafira.com


Kebahagiaan dengan adanya orang lain itu kelam, relatif dan nyaris tak beralasan. Mungkin itu terlahir dari keadaan terpaksa atau terdesak karna terlalu terburu-buru menentukan pilihan. Pendambaan akan sosok yang sempurna dan mengerti kita kadang selalu menjadi dambaan, akan tetapi lama-kelamaan kita akan tersadar ternyata bukan itu yang menjadi kebutuhan. Percaya atau tidak firman tuhan itu terasa nyata, jika kita ingin hidup bahagia dan nayaman sudah seharusnya menjauhi apa yang dilarang dan melakukan apa yang di perintahkan.

Kita, kaum perempuan kadang mendambakan sosok pria yang hangat, romantis, perhatian dan penuh dengan kejutan, kaum wanita kadang lebih kepada bersikap kekanak-kanakan dengan memaksa diri menyukai hal-hal yang konyol, seperti bunga, boneka, surprize party dan sejenisnya. Bagi laki-laki yang menganggap itu hal yang konyol menurutku adalah laki-laki konyol juga, karna tidak bisa dipungkiri hal kecil seperti itulah penentu keharmonisan suatu hubungan.

Berjalan apa adanya dan murni saling mengasihi dan menyayangi katanya, iya, itu Cuma sekedar bahasa idealis sang pencinta, tapi jauh di dalam lubuk hatinya iya mendambakan hal konyol tadi. seserius apapun pacar anda, akan lebih bagus jika dia sedikit terlatih untuk bersikap kekanak kanakan dan mengikuti cara orang lain. Memang setiap pasangan punya cara tersendiri untuk bersikap cool, sempurna dan romantis, tapi taukah anda bagi pasangan yang bersikap dingin, amat sangat dingin sampai tak ada celah untuk bisa tertawa lepas seperti orang lain.

cascus.co.id


Bahagia itu pilihan katanya, mau pilih yang mana, bahagia atau setia pada pasangan anda?? Kasusnya kira-kira begini, anda memiliki pasangan yang cuek dan anak rumahan, tidak jelek dan tidak pula ganteng, tidak bodoh dan tidak juga pintar, dia ‘munggkin orang rata-rata namun menganggap diri di atas rata-rata. Dia tidak memaksamu bertahan dalam hubungan kalian, dia juga tidak menyuruhmu pergi oleh karna kamu tidak suka dengan sikapnya yang cuek dan tidak perhatian. Kerjaannya Cuma marah-marah setiap kali kamu mendekat atau di dekati oleh orang lain misalnya. Terkadang dia bersikap sangat baik dan terkadang dia sanggup menjadi setan bajingan dalam hidupmu.

Pertanyaannya, jika kamu sanggup jatuh cinta pada pasanganmu saat pertama kali bertemu, apa kamu akan sanggup bertahan dengannya jika di pertengahan jalan kamu menemukan dia tidak sesuai dengan harapan, ya harapan, harapan untuk merajut cinta dan komitmen atas dasar ketertarikan dan kenyamanan pasa awal kalian jumpa. Berbeda saat telah lama kenal, di sanalah letak kamu menaruh kata “bahagia itu pilihan”

kaskus.co.id


Suatu mukjizat jika kalian bisa rukun dan damai menjalin hubungan,berarti kamu adalah salah seorang pasangan idaman jika mengerti dan sanggup memahami seorang seperti dia. Setelah lama kalian saling merajut cinta, kalian mulai saling berbagi satu sama lain, manis memang di awal karna rasa berbunga di hati masih baru dan ranum, belum bisa di petik,terkadang benar kata kebanyakan orang tua dan para pakar cinta “ jangan memberikan cintamu sepernuhnya pada pasangan mu, karna itu akan mengurangi rasa penasarannya, sehingga ia harus meninggalkanmu ketika rasa penasarannya habis” ku rasa itu kuncinya, tidak ada yang namannya cinta sejati.

Rasa cintamu pada pasanganmu akan terus berkembang dan akhirnya berbunga tidak lain karna kalian menjaga satu sama lain, bukan dalam artian kamu menjaga pasanganmu dan pasangan kalian akan menjaga kalian, melainkan kamu menjaga dirimu sendiri dan diapun begitu. dengan begitu rasa simpati kalian akan semakin bertumbuh, dan akan mekar pada akhir cerita yakni saat kalian mampu bersatu dalam sebuah ikatan.

jika memang benar dengan adanya cinta sejati kalian memenangkan kebahagiaan, itu sangatlah bohong dan omong kosong. Tidak heran kenapa orang bisa frustasi karna cinta, karna kadar otak dengan hati sangat jauh berbeda, otak bisa mencerna jika pasanganmu turut memkai otak dengan memandang segala sesuatunya rasional, lain halnya dengan seorang yang memiliki jiwa melankolis, segala peristiwa dalam hidupnya terlahir dari kehidmatannya mengayati dengan hati, di sangkutpautkan dengan tuhan dan takdir. Jika kamu termasuk pada watak melankolis ini kamu akan menemukan dirimu bahagia dan bersyukur saat anugrah tuhan mendekati dan sangat sakit jatuh berguling guling sulit bangkit ketika cobaan itu datang.

Fokus pada kebahagiaan. Kamu akan merasa senang dengan orang yang bisa nyaman dan bisa membuatmu tertawa, memperkenalkanmu pada hal-hal baru yang kamu sukai, tapi tidak jarang orang yang sangat sulit menemukan pasangan hidup seperti itu, memulai dari nol dengan orang baru, bukan berarti saya mengatakan orang tersebut sulit move on dari masa lalu, tidak. Akan tetapi kembalikan ke hati, karna hati itu ibarat kanvas, semakin bagus kau mengukirnya semakin bagus pula hasilnya. Artinya carilah orang yang tepat untuk memulai melukis di hatimu yang putih, sebelum nantinya kamu menyesali dengan menemukan orang yang salah.

Saat kamu memilih bahagia tanpa harus bertahan dengan pasangan egois seperti itu, dan terkesan sangat memasrahkan hidup dan kebahagiaanmu, sangat sulit rasanya untuk mulai mencoba melepas dan bertekad melupakan, tidak lain karna kebiasaan bersama, mungkin sebulan, dua bulan, tiga bulan, atau mungkin bertahun-tahun lamanya kalian membuang tenaga dan pikiran untuk orang yang akhirnya akan kamu lepaskan. 

Tapi percayalah itu hanya soal waktu bukan soal perasaan, jika lukisan di kanvas saja bisa kau bersihkan kenapa tidak kamu bersihkan debu di hatimu yang menimbulkan penat sehingga hari-harimu terasa sengsara dan menyedihkan. Suratan itu tidak bisa di rubah, tetapi dalam diri manusia akal, suatuanugrah dari tuhan yang maha sempurna, penciptaan manusia termulia dari mahluk lainnya adalah karna akal, dengan akal kamu bisa menyiasati kesengsaraan menjadi bahagia. 

Jika kamu sudah berusaha baik dan setia namun akhirnya kamu di permainkan dan di pasrahkan mungkin tuhan mempunyai maksud lain dalam hidupmu dengan mengirimkan seseorang baik dari yang terbaik.


Sibukkan diri dengan memperbaiki niat hidup, tak lupa juga memperbaiki keadaan rohani dan jasmani, karna firman tuhan, orang baik nantinya akan di sandingkan dengan orang baik, dan kebalikannya orang buruk akan bersanding dengan orang buruk pula.
Jumat, 14 Agustus 2015 2 komentar

Masyarakat dengan mahasiswa badut


uksw.ude

Dua kota jahil menghadapkanku pada makna mendengkur dengan mata melek. Tidak dengan sejuta pesonanya yang menyihir. Bergelayut dengan kehijauan di sekeliling dan senja indah seolah mendekatkan kepada sang  kholik.Desa dasam tereng Narmada namanya, sudah di bilang kota jika sudah merasakan bergaul dengan masyarakatnya, dan tentunya lingkungan. Menggapai sebuah asa dari hasrat ingin belajar itu amat sulit di sini.

Hampir dua minggu lamanya semenjak kaki kami menapak memutuskan hidup bersama masyarakat  dan berharap lingkungan kami ramah menyatu dengan senyuman kami. Mulai mencoba merintis demi sedikit apa yang bisa kami lakukan dengan potensi yang ada.
Kami beriak, mendamba sebuah pembelajaran maupun mengajar apa yang kami bisa ajar. Getaran semangat setiap harinya selalu ada. Bahkan sebelum fajar menyingsing di timur malamnya kami sudah bersiap dengan apa yang akan kami tantang setelah fajar mulai naik.

Keramahan lombok masih mewabah di dusun berwajah kota ini, membuat langkah kami semakin tegar menapak, tak lagi bersemu merah dan menunduk kepala seperti awal pertama kami datang. Menyisir satu persatu dusun desa dasan tereng narmada, namun tetap saja getaran di kaki kami selalu ada saat bibir ini dengan sangat hati-hatinya berkata-kata dengan para tetua.

Banyak pelajaran berharga bagi saya dan teman-teman saya saat bergaul dan bekerja bersama masyarakat untuk memajukan desa, di mulai dari hal kecil seperti mengajar mengaji sampai mendirikan sekolah alam, menampung banyak anak didik menjadikan saya pribadi kecut dan merasa sangat bodoh pada bidang keilmuan dasar seperti matimatik dan sejarah islam misalnya.

Itulah kenapa saya mengatakan di dusun-dusun yang sudah bergaya kekotaan sangat sulit terasa kami mengajar dan mengambil pelajaran, bukan karna masyarakatnya bodoh sehingga kami tak dapat belajar pada mereka namun sebaliknya, ternyata dalam hidup bermasyarakat bagi kami berlapis almamater sangatlah sulit.

management darmajaya


Dulunya saya tidak tau kenapa harus tetua-tetua desa setiap malam mengadakan  rapat pada perayaan hari-hari besar islam, tidak lain alasan yang kami rasakan sekarang ketika mengadakan acara dengan sasaran masyarakat karna alasan malu terlihat tidak sempurna, padahal mahkota keilmuan kami dianggap lebih tinggi di bandingkan mereka yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali.

Menaklukkan desa berwajah kota menguras pikiran sekaligus perasaan. Di dukung dengan kegiatan remajanya yang maju, dan sumber daya manusia cerdas dalam mengembangkan desa, serta kepala desa yang cerdas dalam membantu perekonomian masyarakatnya, gigi kami bergeretak tak ingin kalah oleh pemikiran orang tua.

Di desa dasan tereng yang sudah memiliki sumber bio gas sendiri dan pekerjaan penduduk rata-rata wiraswasta membuat kami bingung apa yang harus kami lakukan untuk membantu, sedangkan masing-masing dari kami datang dari jurusan yang berbeda-beda dan keahlianpun tak sama.

Memang ada beberapa dari kami yang mempunyai ide bagus untuk mendapat perhatian dari masyarakat, memungkinkan bagi teman yang lain untuk mengikuti dan menyetujui ide-ide mereka, tapi lagi-lagi otak kami dan emosi masing-masing dari kami berbeda-beda, membuat saya merasa harus menjadi penengah dan pendengar yang baik bagi teman-teman saya.

Kami berempat belas orang, segala perbedaan harus kami samakan dan biasakan dalam jangka waktu satu minggu. Karna kami hanya mempunyai 50 hari di desa yang mempunyai 8 dusun ini. satu minggu beradaptasi kami rasa cukup. Setelahnya program harus berjalan sesuai rencana. Bukan semata-mata karna mengejar nilai dari dosen pembimbing, lebih dari itu beban moral di masyarakat jauh lebih menakutkan dari sekedar niali E.

purbaligga


Seminggu berselang, hawa segar mulai mendekati, membuat sendi-sendi otak kami tak lagi teganga, menjadikan memori kami menangkap pemikiran-pemikiran liar. Anak-anak kecil usia mulai dari 2- belasan tahun mendekat, super aktif dan terlihat berkembang dengan retorika kekotaan mereka. Pikiran saya berputar, jika tidak orang tuanya kami buat bersimpati, maka dari anaknyalah kami memulai.

Rancangan sekolah alampun mulai di buat, sekolah yang tidak hanya guru sebagai pengajar dan membagi ilmu, akan tetapi lebih dari itu alamlah yang menjadi gurunya. Kami bekerja sama dengan karang taruna (remaja desa), mencampur anak dari 8 dusun untuk dua lokasi sekolah alam.

Hari pertama kami mengajar kami berpencar ke dua tempat tersebut, fokus pelajaran yang kami sepakati sebelum fajar itu menekankan pelajaran bahasa inggris dan bahasa arab, menggaet minat belajar mereka ternyata amatalah sangat gampangg, dari sini saya belajar ternyata anak yang super aktif dan terkesan nakal lebih gampang di ajar ketimbang anak penurut namun tak bisa menagkap, ujung-ujungnya kami terkesan membosankan.

Saya terenyuh dengan salah satu dusun yang memiliki kadus bernama selamet uji, di hari pertama saya dan kawan-kawan mengajar di sekolah alam, rombongan anak SD dan SMP dari dusun pengenjek di datangkan ke masjid dusun karang sidemen untuk belajar bersama kami, lengkap dengan mukenah dan peci serta buku tulis plus polpen di dada. Saya takjub, dusun yang lumayan jauh jaraknya dari lokasi sekolah alam sangat terbuka anak-anaknya untuk belajar bersama, ada sesuatu mengalir dingin di dada saya dan kawan-kawan, lokasi awal kami di masjid karna lokasi sekolah alam yang sebenarnya di PAUD belum matang di persiapkan.


Kami ceria. Kami menatap anak-anak itu dengan nanar, bergetar dan menggema suara mereka, membuat saya pribadi bersemangat, meskipun saya bukanlah mahasiswa dengan beground pendidikan seperti kebanyakan kawan saya.

Bermayarakat bagi kami mahasiswa bodoh, baru belajar tata cara berbicara sopan, dan bersilaturrahmi di dusun yang tak satupun kami kenal penduduknya menjadikan tingkat kedewasaan kami semakin tinggi, rasa sosial kami terlatih, tidak hanya sekedar  teori membosankan di abngku kuliah. Di dusun berwajah kota aku tersadar mahasiswa itu terkadang seperti badut bodoh yang mempunyai remot kontrol.

Kamis, 06 Agustus 2015 0 komentar

Masyarakat dengan mahasiswa badut

Dua kota jahil menghadapkanku pada makna mendengkur dengan mata melek. Tidak dengan sejuta pesonanya yang menyihir. Bergelayut dengan kehijauan di sekeliling dan senja indah seolah mendekatkan kepada sang  kholik.Desa dasam tereng Narmada namanya, sudah di bilang kota jika sudah merasakan bergaul dengan masyarakatnya, dan tentunya lingkungan. Menggapai sebuah asa dari hasrat ingin belajar itu amat sulit di sini.


Hampir dua minggu lamanya semenjak kaki kami menapak memutuskan hidup bersama masyarakat  dan berharap lingkungan kami ramah menyatu dengan senyuman kami. Mulai mencoba merintis demi sedikit apa yang bisa kami lakukan dengan potensi yang ada.

Kami beriak, mendamba sebuah pembelajaran maupun mengajar apa yang kami bisa ajar. Getaran semangat setiap harinya selalu ada. Bahkan sebelum fajar menyingsing di timur malamnya kami sudah bersiap dengan apa yang akan kami tantang setelah fajar mulai naik.
Keramahan lombok masih mewabah di dusun berwajah kota ini, membuat langkah kami semakin tegar menapak, tak lagi bersemu merah dan menunduk kepala seperti awal pertama kami datang. Menyisir satu persatu dusun desa dasan tereng narmada, namun tetap saja getaran di kaki kami selalu ada saat bibir ini dengan sangat hati-hatinya berkata-kata dengan para tetua.

Banyak pelajaran berharga bagi saya dan teman-teman saya saat bergaul dan bekerja bersama masyarakat untuk memajukan desa, di mulai dari hal kecil seperti mengajar mengaji sampai mendirikan sekolah alam, menampung banyak anak didik menjadikan saya pribadi kecut dan merasa sangat bodoh pada bidang keilmuan dasar seperti matimatik dan sejarah islam misalnya.

Itulah kenapa saya mengatakan di dusun-dusun yang sudah bergaya kekotaan sangat sulit terasa kami mengajar dan mengambil pelajaran, bukan karna masyarakatnya bodoh sehingga kami tak dapat belajar pada mereka namun sebaliknya, ternyata dalam hidup bermasyarakat bagi kami berlapis almamater sangatlah sulit.

Dulunya saya tidak tau kenapa harus tetua-tetua desa setiap malam mengadakan  rapat pada perayaan hari-hari besar islam, tidak lain alasan yang kami rasakan sekarang ketika mengadakan acara dengan sasaran masyarakat karna alasan malu terlihat tidak sempurna, padahal mahkota keilmuan kami dianggap lebih tinggi di bandingkan mereka yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali.

Menaklukkan desa berwajah kota menguras pikiran sekaligus perasaan. Di dukung dengan kegiatan remajanya yang maju, dan sumber daya manusia cerdas dalam mengembangkan desa, serta kepala desa yang cerdas dalam membantu perekonomian masyarakatnya, gigi kami bergeretak tak ingin kalah oleh pemikiran orang tua.

Di desa dasan tereng yang sudah memiliki sumber bio gas sendiri dan pekerjaan penduduk rata-rata wiraswasta membuat kami bingung apa yang harus kami lakukan untuk membantu, sedangkan masing-masing dari kami datang dari jurusan yang berbeda-beda dan keahlianpun tak sama. 

Memang ada beberapa dari kami yang mempunyai ide bagus untuk mendapat perhatian dari masyarakat, memungkinkan bagi teman yang lain untuk mengikuti dan menyetujui ide-ide mereka, tapi lagi-lagi otak kami dan emosi masing-masing dari kami berbeda-beda, membuat saya merasa harus menjadi penengah dan pendengar yang baik bagi teman-teman saya.

Kami berempat belas orang, segala perbedaan harus kami samakan dan biasakan dalam jangka waktu satu minggu. Karna kami hanya mempunyai 50 hari di desa yang mempunyai 8 dusun ini. satu minggu beradaptasi kami rasa cukup. Setelahnya program harus berjalan sesuai rencana. Bukan semata-mata karna mengejar nilai dari dosen pembimbing, lebih dari itu beban moral di masyarakat jauh lebih menakutkan dari sekedar niali E.

Seminggu berselang, hawa segar mulai mendekati, membuat sendi-sendi otak kami tak lagi teganga, menjadikan memori kami menangkap pemikiran-pemikiran liar. Anak-anak kecil usia mulai dari 2- belasan tahun mendekat, super aktif dan terlihat berkembang dengan retorika kekotaan mereka. Pikiran saya berputar, jika tidak orang tuanya kami buat bersimpati, maka dari anaknyalah kami memulai. 

Rancangan sekolah alampun mulai di buat, sekolah yang tidak hanya guru sebagai pengajar dan membagi ilmu, akan tetapi lebih dari itu alamlah yang menjadi gurunya. Kami bekerja sama dengan karang taruna (remaja desa), mencampur anak dari 8 dusun untuk dua lokasi sekolah alam. 

Hari pertama kami mengajar kami berpencar ke dua tempat tersebut, fokus pelajaran yang kami sepakati sebelum fajar itu menekankan pelajaran bahasa inggris dan bahasa arab, menggaet minat belajar mereka ternyata amatalah sangat gampangg, dari sini saya belajar ternyata anak yang super aktif dan terkesan nakal lebih gampang di ajar ketimbang anak penurut namun tak bisa menagkap, ujung-ujungnya kami terkesan membosankan.

Saya terenyuh dengan salah satu dusun yang memiliki kadus bernama selamet uji, di hari pertama saya dan kawan-kawan mengajar di sekolah alam, rombongan anak SD dan SMP dari dusun pengenjek di datangkan ke masjid dusun karang sidemen untuk belajar bersama kami, lengkap dengan mukenah dan peci serta buku tulis plus polpen di dada. Saya takjub, dusun yang lumayan jauh jaraknya dari lokasi sekolah alam sangat terbuka anak-anaknya untuk belajar bersama, ada sesuatu mengalir dingin di dada saya dan kawan-kawan, lokasi awal kami di masjid karna lokasi sekolah alam yang sebenarnya di PAUD belum matang di persiapkan.

Kami ceria. Kami menatap anak-anak itu dengan nanar, bergetar dan menggema suara mereka, membuat saya pribadi bersemangat, meskipun saya bukanlah mahasiswa dengan beground pendidikan seperti kebanyakan kawan saya.
Bermayarakat bagi kami mahasiswa bodoh, baru belajar tata cara berbicara sopan, dan bersilaturrahmi di dusun yang tak satupun kami kenal penduduknya menjadikan tingkat kedewasaan kami semakin tinggi, rasa sosial kami terlatih, tidak hanya sekedar  teori membosankan di abngku kuliah. Di dusun berwajah kota aku tersadar mahasiswa itu terkadang seperti badut bodoh yang mempunyai remot kontrol.

 
;