Jumat, 14 November 2014 0 komentar

Perempuan Sasak Tempo Dulu dan Sekarang.

Foto : rumahalir.or.id
Harus ku tulis apa hari ini, air bekas hujan tadi malam meninggalkan aroma sejuk yang menyapaku saat terbangun pukul 6.12 tadi. bibik-bibik tetangga ku sudah ku lihat telah berpakaian necis dengan tas belanjaan besar, rupanya ingin pergi ke pasar. Tersentil sedikit, aku yang anak muda tak tebiasa bangun pagi, setelah solat subuh tidur lagi.

Aku anak perempuan, yang harus berbagga dalam ruang lingkup agama, islam sangat menghargai kaum ku, karna nantinya aku akan melahirkan anak-anak yang di harapkan menjadi penerus khalifah di muka bumi, ketika ku ingat peran itu tak lagi aku berambisi mengejar apa  yang ku inginkan dunia, menyiapkan langkah seribu hanya untuk mimpi yang ku kejar di dunia.

Aku sangat menyukai kesederhanaan, penyerahan diri, ikhtiar yang sesuai dengan kapasitasku, dan impian yang menyamankan ku nantinya. Tidak lebih. Dari dulu sejak masuk kuliyah tepatnya akhir-akhir ini rasanya aku terlalu sering memikirkan masa depan yang katanya rosulullah makruh mamikirkannya. Yang intinya bertawakkallah...

Bagiku percuma saja jadi  anggota dewan, pejabat tinggi, seorang yang terhormat, tetapi dalam hidup tidak menemukan kenyamanan dan ketenangan, kalau nyaman ya tidak masalah, tadi malam ketika bersilaturrahmi pada salah seorang teman yang bergelut dalam usaha cilok yang baru saja di lakoninya aku mendapatkan cerita baru.

Perempuan sasak yang membuat bahan kerajinan dari bambu
Seorang mantan staf ahli DPR RI jakarta,Mukanya agak buram ketika ku temui, bahkan menyuap makanan pun dia seakan tak bisa, ketika kami bertanya kenapa??? usahanya tidak menemukan titik terang  di hari pertama, hanya kembali modal bahan.

“saya panas ketika membuka lapak di samping pedagang cilok yang biasa mangkal di jalan pemuda, pasalnya ketika saya sudah berjualan dari pagi hanya sedikit yang datang menghampiri rombong cilok saya, tetapi ketika si penjual lain mangkal persis di samping gerobak saya,tidak sampai 3 jam dagangannya langsung habis terjual”

Dalam keadaan yang seperti itu memang benar, tidak ada salahnya jika dari awal sebelum memulai apa yang ingin kita lakukan lebih dulu memikirkan sesuatu terberat saat esok pekerjaan itu di mulai, karna semuanya tidak akan semudah apa yang di hayalkan.

Kembali lagi pada ceritaku sebagai seorang perempuan, terlebih perempuan sasak,yang menurut ku sosok perempuan tangguh adalh perempuan sasak . tangguh dalam artian dalam keadaan ekonomi daerah yang masih tergolong ekonomi menegah ke bawah perempuan-perempuan sasak mampu bertahan dalam kondisi hidup yang keras, banting tulang layaknya lelaki.

Kultur masyarakat sasak  yang masih kental dengan kesederhanaan dan kemampuan yang terbatas,mendorong perempuannya juga berfikir layaknya lelaki yang menanggung beban hidup keluarga. Contoh kecil para petani di sawah,menanam padi, memetik cabe, dan pekerjaan-pekerjaan tani yang tidak terlalu menguras tenaga lebih di kerjakan juga oleh perempuan.

Melihat fenomena sedemikian pada perempuan sasak,mungkin di satu sisi ada terbersit kekaguman pada sosok perempuan tangguh ,hormat dan patuh pada suami, tapi di sisi lain ada pendapat yang membikin kuping panas terkait alasan kenapa perempuan sasak di didik hidup dengan cara seperti itu.

lombokwisata.com
Hal ini berkaitan dengan adat perkawinan sasak, yaitu sebelum resmi menikah atau melamar harus membawa lari perempuan yang akan di nikahi, sebagai wujud akan penghormatan pada si perempuan dengan alasan tidak sewajarnya jika lelaki melamar membawa orang tuanya dan membicarakan langsung maskawindan seserahan pada orang tua si perempuan,hal itu berkesan pada adat sasak menjual anak sendiri, maka membawa lari perempuan lebih dulu di anggap salah satu bentuk penghormatan.

Ada sebagaian budaya masyarakat sasak yang seperti itu, ada juga yang tidak, seperti pada bagian lombok timur kebanyakan adatnya tidak membolehkan anak gadisnya di bawa lari, hal seperti itu di anggap sebagai bentuk penghinaan, karna berkesan tidak menghormati orang tua.

Tidak hanya sampai di situ, ada kebiasaan orang tua si gadis meminta mahar dan seserahan yang banyak dalam ukuran masyarakat sasak, artinya di sini bahwa semakin tinggi kasta semakin tinggi pula harga, itulah yang biasa terjadi di masyarakat ku,sehingga tidak salah banyak lelaki yang menganggap bahwa menikahi perempuan sasak adalah sebuah beban berat, padahal pernikahan sesuatu yang indah, sesuatu yang di dambakan.

Akhirnya setelah mnenikah apa yang terjadi, tidak jarang perempuan sasak merasa kurang di hormati, di jadikan pekerja keras, banting tulang. Karna lelakinya menganggap dia telah mempunyai hak atas diri perempuan dengan banyak uang yang di keluarkan saat menikah dulu. Sangat ironis bagi yang mendapatkan nasib seperti.

Berbeda dengan di jawa, baik perempuan maupun lelaki berkewajiban sama-sama mengeluarkan biaya untuk melangsungkan pernikahan, dan tidak bisa di pungkiri setelah menikah ada rasa saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

perempuan sasak harus tangguh, tidak hanya pada soal kerja otot tetapi tangguh oleh karna pendidikan. Belajar dari pengalaman, budaya yang buruk tidak semestinya di pertahankan, tetapi cukup di jadikan sebagai sebuah sejarah yang unik untuk di kenang. Jika sudah manusia mengukur nilai manusia lainnya dengan uang apa jadinya sebuah keluarga atau masyarakat pada umumnya.
Kamis, 13 November 2014 0 komentar

Pluang dan Tantangan Perbankan Syari'ah

tugasmanajemen.blogspot.com
Seperti yang banyak kita tahu dalam lima tahun terakhir ini perkembangan lembaga keuangan yang berbasis syari’ah mengalami kemajuan yang amat pesat di bandingkan dengan yang berbasis konvensional, besar alasan orang  malas berurusan dengan lembaga keuangan yang konvensional karna tingkat bunga yang tinggi dan sistem yang banyak mengandung spekulasi.

Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya kemajuan lembaga keuangan syari’ah telah mencapai pertumbuhan rata-rat lebih dari 40 persen dengan aset 144 triliun di bandingkan dengan pertumbuhan perbankan nasional yang mencapai 19 persen, hal ini membuktikan eksistensi lembaga keuangan syari’ah mendapat  tempat di pasar modal.

Hal ini juga berpengaruh pada pada sumber daya manusia yang ahli dalam bidang ekonomi syari’ah, di buktikan dengan membludaknya mahasiswa yang mengambil jurusan yang berbasis ekonomi islam, tidak ayal jika hal itu terjadi, selain karna jurusan ini di hitung baru dalam kurikulum pendidikan wajar jika dalam sepuluh tahun ke depan akan banyak di butuhkan tenaga kerja yang handal dalam bidang syari’ah melihat kemajuan yang sudah di capai dalam 5 tahun terakhir.

Ketika indonesia di pandangan dunia adalah sebuah negara yang mayoritas penduduknya adalah islam maka sangat ganjil apabila sektor keuangannya masih menggunakan sistem konvensional,salah satu faktor inilah yang menyebabkan perkembangan lembaga keuangan syari’ah maju pesat selain dari faktor-faktor lainnya.

Dalam knock spich yang di sampaikan oleh ketua deputi otoritas jasa keuangan (OJK) yang khusus menangani tentang lembaga keuangan syari’ah mengatakan bahwa khususnya di NTB yang di kenal dengan negeri seribu masjid maka peluang untuk berkembangnya lembaga keuangan syri’ah sangat memungkinkan terjadi, menurutnya juga bagus jika NTB di jadikan sebagai kiblat ekonomi syriah di wilayah barat dan timur indonesia.

Sistem yang di tawarkan oleh lembaga ini memang menguntungkan bagi steak holder, karna prisipnya yang mengandung nilai-nilai islam, contohnya dengan tidak adanya unsur maisir, gharar dan riba’, di mana ketiga hal tersebut sangat di larang dalam islam.

Dalam prinsipnya lembaga keuangan syari’ah mengedepankan keadilan, dan lebih memikatnya lagi produk-produk yang di tawarkan oleh lembaga-lembaga ini sangat menarik seperti  mudharabah ( bagi hasil) musyarakah (kerjasama) dan lain sebagainya, sehingga bagi nasabah merasakan tidak ada unsur-unsur rugi ataupun ketdakpastian. Dan yang lebih penting lagi menghindari berbagai macam bentuk riba’
teropongbisnis.com

Lembaga keuangan syari’ah non bank juga semakin menjamur, segala-galanya mengandung syri’ah, seperti asuransi syari’ah, reksadana syari’ah, bisnis syari’ah, lembaga zakat dan lain sebagainya, seakan pakaian syari’ah pada lembaga keuangan menjadi tren mas kini.

Semakin bumingnya kata syari’ah semakin gencar juga para ahli maupun praktisi meneliti tentang teori dan landasan yang di gunakan dalam lembaga keuangan yang satu ini. Dengan di kait-kaitkannya dengan agama maka hal ini kemungkinan sangat rentan dengan kesalahpaham, karna ayat-ayat al-qur’an yang menjadi landasan teori dan praktisnya kebanyakan ayat mutasyabbih yang memerlukan penafsiran ulang, sehingga tidak sepasti ayat-ayat muhkam yang banyak berorientasi dalam urusan ibadah.

Akibat dari hal tersebut para ulama maupun para ahli banyak berbeda pendapat tentang sah atau tidaknya akad yang terkandung dalam produk-produk lembaga syari’’ah baik yang perbankan maupun non bank.

Jika kita menilik lebih dalam tentang praktek yang di gunakan dalam suatu lembaga keuangan syari’ah ada sedikit perbedaan sistem dengan lembaga keuangan yang konvensional, contohnya saja dalam pegadaian syari’ah. Jika di konvensional menetapkan akad dengan bunga sepesekian,maka yang konvensional mengantakan keuntungan yang seperti itu dengan istilah imbal jasa.

Banyak pula yang mengatakan bahwa praktiknya sama saja hanya akadnya saja yang berbeda, meskipun dalam prinsip praktik syari’ah mengedepankan keadilan, dalam hal  keadilan memang lembaga keuangan lebih menjamin daripada lembaga yang konvensional. Hal inilah yang menarik, selain dari fator bahwa indonesia adalah negara yang mayoritas masyrakanya muslim
Sabtu, 08 November 2014 0 komentar

Mahasiswa dan Dinamika Wacana Keagamaan


insanmultikultural.wordpress.com
Kritik pedas yang yang dilontarkan pada candaan atau gurauan pada saat ngobrol santai soal waktu sholat di kalangan mahasiswa kerap membikin kuping panas bagi yang mungkin tidak sepakat dengan perkataan yang timbul dari pemikiran akibat rasa malas ataupun kebiasaan yang sangat sering di biasakan
Sering terdengar ucapan-ucapan yang terkesan merendahkan ajaran syariat islam, mana lebih banyak mahasiswa yang lebih mementingkan urusan duniawinya ketimbang urusan akhiratnya.

Banyak yang mengatakan bahwasanya padi semakin berisi semakin merunduk, tapi pada kenyataannya sekarang keintelektualan seseorang di gunakan mengkritisi ajaran agama, kalau mengkritisi saja... tetapi pandangan seolah-olah menjadi suatu ijtihad bagi diri sendiri, bagaimana mau berijtihad...?

Nilai bahasa arabnya saja tidak memenuhi prasayarat untuk masuk pintu ijtihad. pemikiran sekuler mungkin sebagai candu yang membuat pemikiran mahasiswa sedikit keren jika melontarkan argumen, tetapi untuk sekelas mahasiswa dan soal keyakinan apakah pantas...?

Bukannya merendahkan, dengan realitas yang sekarang kenyataanya birokrasi kampus menjadi tren gaya terkini atau sejak dari birokrasi itu lahir, lebih dipilih dari pada dunia akademisi,, walaupun banyak juga yang tidak mementingkan hal tersebut. Di tataran mahasiswa bukan yang lain.

Suatu agama punya ajaran,suatu ajaran mempunyai teradisi,dan setiap tradisi mempunyai nilai yang tidak mungkin di sama dengan yang lain. Tapi kerap kali mahasiswa melontarkan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama yang semestinya ada pada suatu yang di sebut pembaharuan.

Tidak bisa dipungkiri dunia kampus tidak bisa terlepas dari organisasi berbasis sederhana, atau mungkin bisa di sebut bibit baru untuk menunjang masa depan, dan nantinya melahirkan tunas pemikiran baru yang lahir dari ideologi masing-masing yang di usung.  Tak ada yang salah, semuanya benar, seperti halnya agama samawi yang berbeda-beda jenis dan ajarannya tapi mengaku tujuannya sama yakni tuhan, entah siapa yang benar.  

Dan satu yang kerap terlontar juga dari mulut mahasiswa ketika sudah mulai oleng dengan pemikiran sendiri, yang lain ikut-ikutan menimpali,”itu tergantung pada diri kita” . tak ubahnya dengan taqlid buta tak tau sumbernya dari mana,kenapa tidak  berittiba’ saja dengan keyakinan yang sudah kita ketahui benar dan salahnya.

Tuan guru sudah di kritisi,yang paling hangat di santap buku-buku mujaddid, tapi kerap kali di salah pahami sehingga saat dilontarkan menjadi nyengir si pendengar. Memasuki dunia kampus berarti siap melakukan proses pendewasaan bagi akal,jiwa dan raga. 

Bagi akal misalnya, bekal yang di bawa dari sekolah atau pondok pesantern tak ubahnya sebagai ulat yang jika bermetamorvosis dengan sempurna akan menjadi kupu-kupu yang indah, akan tetapi jika ulatnya gagal?
Apa yang terjadi? Lebih baik menjadi ulat saja dari pada nantinya busuk dan menjadi nyinyik untuk kehidupan yang sudah bagus. Berbenah dari kesalahan dan kekurangan memang sangat dianjurkan tetapi apa ia dengan hanya bermodalkan akal yang masih mentah tanpa acuan yang jelas sudah ada? 

Bani abbasiyah sebagai bukti revolusioner yang hasilnya sangat menakjubkan dan menjadi sejarah yang dikenang manis sampai sekarang, bunk karno yang terkenal dengan pidatonya yang mengobarkan semangat para pemuda-pemuda sehingga melahirkan tokoh-tokoh pembaharu dengan pemikiran-pemikiran baru yang mengundang kemaslahatan untuk banyak orang, itu tak terlepas dari tujuan untuk pembaharuan dunia

Bukan untuk pembaharuan diri sendiri yang tidak berdasarkan kesepakatan,suatu pendapat yang di gabungkan dari akal-akal yang sangat cerdas belum tentu juga benar,pada akhirnya akan melahirkan kesepakatan yang salah, apalagi yang hanya dari diri sendiri. 

Suatu pembaharuan yang nantinya akan menjadi sejarah yang tidak akan terlupakan apabila suatu pemikiran itu mengandung keuntungan bagi  semua kalangan, tak memandang kaum manapun, jadi proses pendewasaan yang seperti apa yang harusnya tepat di kalangan mahasiswa?

Jiwa pun juga begitu,pemikiran-pemikiran yang timbul akibat dari ideologi masing-masing pemeluk suatu organisasi, sekali lagi tak ada yang salah, tetapi sangat disayangkan jika ideologi tersebut hanya untuk konsumsi pribadi atau konsumsi golongan, oleh karenanya diakui semua kalangan, berarti berpengaruh, dan berpengaruh berarti bermanfaat. Jadi alangkah baiknya jika tingkah laku kita berdasarkan pada apa yang sudah diakui,bukan pada pembenaran pribadi.  Tak ada gading yang tak retak, semuanya adalah proses pendewasaan jatuh bangunnya manusia awam memang wajar,

Tetapi jatuh bangunnya ulama perlu dipertanyakan,kultur budaya kampus memang sangat rentan dengan persaingan,dan di sanalah kita akan menempatkan istilah itu tergantung pada diri kita
Semua kembali ke kita bukan pada soal agama atau keyakinan, karna hakikat sesuatu tak akan diketahui tanpa di pahami dan disepakati terlebih dahulu, ironis halnya jika kita tak belajar terlebih dahulu lalu kemudian melontarkan hal yang nantinya pasti di tertawakan orang lain. 

So mahasiswa yang berbasis agama kenapa  tidak mendalami agama sedalam-dalamnya bukan ala kadarnya, sehingga nantinya akan melahirkan pemikiran yang menyejarah, tetapi bukan dengan cara menjarah.


Jumat, 07 November 2014 0 komentar

Belajar Berbesar Hati

Tanjung Karang, 06 September 2013

dioznardo.blogspot.com
Hari Jum'at, tanggal 06 September 2013 bagiku adalah, hari, tanggal dan bulan paling bersejarah saekaligus kurang menguntungkan bagi perjalanan hidupku, menjalin hubungan asmara. Tidak pernah terbayang, sesuatu yang nampak dekat dan kelihatan begitu mudah, ternyata tidak jadi jaminan bisa didapatkan. Sebaliknya bisa jadi bumerang bagi kehidupan setiap orang, kalau tidak pandai menyikapinya dengan kesadaran.

Jum’at sore kemarin, entah kenapa pikiran rasanya tidak tenang, tidak seperti biasanya, seakan terjadi sesuatu. Tetapi saya tidak mau ambil pusing, dan lansung tancap gas memacu sepeda motor vega ZR saya melaju kencang ke Kabupaten Lombok Utara, guna mensurve lokasi tempat untuk kegiatan workshop.

Disepanjang jalan pusuk, saya banyak melamun, akibat pikiran tidak tenang.
Sehingga ketika hendak menuruni tajakan berliku menuju KLU, hampir saja truk besar berwarna merah menyerempet saya, karena terlalu tengah mengambil jalur. Sontak saja saya tekaget, ditambah suara sopir teruk, yang berteriak sampai memekakkan telinga,

“he melem mate kamu, mentie ntam kadu motor” (hai, mau mati kamu, begitu caramu pakai motor), teriak sang sopir teruk, dengan wajah garang. Gendang telinga seakan sobek rasanya mendengar terikan sopir tersebut. Meski suara sopir sedikit memancing emosi untuk menimpali, aku sadar kalau yang salah memang aku sendiri.

Tidak ingin maslah tambah rumit, saya memilih tetap melanjutkan perjalanan ke utara. Sesampai di Tanjung KLU, aku hanya duduk ngobrol sebentar dengan pemilik Cafe indofot, yang rencananyan akan dijadikan sebagai tempat pelaksanaan workshop. Setelah itu, aku lansung pulang, hari juga sudah sore, dan hampir magrib.

Sesampai di Mataram, aku lansung memarkir motor di kost dan berbaring.
Hari itu badan rasanya letih sekali, setelah berjuang melewati tanjakan pusuk demikian panjang. Saat lagi asik berbaring, melepas lelah, kenapa aku jadi kepikiran sama dia, dan ingin lansung nelpon, soalnya dari hari kemarin dia tidak pernah mau angkat HP aku, sehingga jadi kepikiran juga.

Aku lansung meloncat bangun dari tempat pembaringan, dan segera ke conter sebelah untuk mengisi pulsa. Belum saja lima menit aku duduk di conter mengsi pulsa, tiba-tiba HPku begetar, ada panggilan masuk, ternyata dari bapaknya dia. Penasaran ada apa gerangan telpon lansung saja aku angkat. Hallo, assalamulaikum, ucap bapaknya dia, walaikukm salam pak jawabku.

“E nak, ndak ada adikmu di sana, soalnya dari tadi sore dia tidak ada di rumah samapai shalat isa ini, tadi HP adiknya yang dia bawa saya hubungi, tidak aktif” tutur bapak dia. HP dia kemana pak, tanyaku?, “Katanya HP nya hilang kemarin di Loang Baloq”. Mendengar penuturan dari bapaknya begitu, firasat saya lansung berkata, kalau dia di bawa kawin lari.

aku hubungi Hpnya juga tidak aktif. Kut dugaanku, yang membawa dia kawin lari adalah bekas pacarnya yang dulu, termasuk bisa jadi yang mengambil HPnya.
Tidak mau percaya begitu saja dengan firasatku, aku mencoba menelpon beberapa teman kosnya, siapa tau dia ada disana. Hallo dik Sari!, kamu dimana itu, ada hen gak sama adik. “Kurang tau kak, saya juga masih dirumah ni” kata sari. O ya dh makasih dik. Selesai menelpon Sari, saya lansung hubungi no HP teman kosnya yang satu bernama Ani.

Sama halnya dengan Sari, Ani pun tidak tau keberadaan dia. Mendapat jawaban serupa dari kedua temannya begitu, saya lansung menghidupkan sepeda motor, dan melaju kencang ke arah kampus, tempat dia kuliah. Teman-teman organisasi dia di kampus juga tidak tau “kurang tau kaq, dia jarang ke sekretariat semenjak KKP beberapa minggu lalu.

Tidak mendapat keberadaan dia di kampus, firasatku kalau dia dibawa kawin lari semakin kuat. Satu-satunya tempat untuk mencari keberadaan dia adalah kosnya. Dengan pikiran kacau tidak karuan dan badan terasa masih letih, aku melaju motorku menuju kosnya. Di kosnya aku tidak menemukan apa-apa.

Semua pintu dan jendela kosnya masih tertutup rapak dengan suasana gelap. Pupus sudah harapanku bisa menemukan dia, semua teman dan tempat biasa dia berada sudah aku, namun tak membuahkan hasil. Aku terduduk lemas di atas sepeda motorku, badanku terasa lemas lunglai dan merenung untu beberapa saat.

Tersadar dari lamunan, aku mencoba kembali menghubungi no HP adiknya, yang dia bawa hilang sejak sore itu. Lima detik berlalu, tiba-tiba HP adiknya yang dia bawa tadi sore aktif, hatiku dan jantungku terasa berdebar dan berdegup kencang menunggu jawaban, dan “hallo, siapa ini? Saya dik!, siapa?. Saya! Kaq siapa yang kasih nomor saya.

Ditanya begitu, saya balik bertanya kepada dia. Kamu dimana dik? “Kak saya!”. Jawab dik, kamu dimana suaraku sedikit bergetar. Adik benar-benar minta maaf kak, adik kawin. Mendengar jawaban begitu kepalaku rasanya pening, tempat disekitarku berdiri rasanya berputar harus menerima kenyataan pahit itu.

“adik minta maaf sebesar-besarnya kak”, ucap dia kembali. Sudahlah dik, adik minta maaf atau tidak, sama saja, tidak akan mengembalikan semuanya, simpan saja permintaan maafmu, tutupku dan lansung mematikan HP tanpa mengucapkan kata sepatahpun. Dengan langkah gontai dan tenaga yang masih tersisa, aku menghidupkan motorku dan lansung pulang.

Sesampai di kos, aku lansung melemparkan badanku dan berbaring terlentang, mataku menatap kosong menghadap langit-langit kos-kosan, mengenang kembali kenangan dan masa-masa indah bersama dia, mengucap sumpah janji setia, sampai saatnya dia dan aku bisa bersatu dalam ikatan suci pernikahan.

Kini, itu semua, hanya tinggal kenangan masa lalu, yang tidak akan pernah kembali. HP-ku tiba-tiba kembali berdering, ada panggilan masuk, aku lihat ternyata dari bapaknya dia, hallo pak ucapku “nak, sabar sudah ya, mungkin kalian tidak berjodoh, adikmu kawin sama mantan pacarnya yang dulu. Ya saya sudah tau pak jawabku.

Semalaman aku tidak bisa tidur, bayangan dia terus teringat dalam pikiranku. Ku coba memejamkan mata, tapi tidak bisa, bayangan dan kenangan bersama dia tetap saja kembali mengingatkankua. Aku bangun dari pembaringanku, membuka laptop dan menuliskan kembali kejadian yang aku alami siang jum’at itu, sampai lahirlah tulisan ini

Ada semacam penyesalan benci, kecewa dan rasa dendam kalau mengingat semuanya. Tetapi aku sadar cara seperti itu tidak akan menyelesaikan persoalan, “dunia tidaklah selebar daun kelor” kata para pepatah bijak, perjalanan hidup masih panjang, meraih kehidupan yang lebih baik.

Berfikir positif dan mencoba melupakan semuanya adalah jalan satu-satunya, bisa melepaskan diri dari belenggu hati dan perasaan, yang kalau dibiarkan terus menghinggapi pikiran, bisa membuat kita menjadi lemah dan tidak berdaya.
 
;